• Sebuah Perjalanan

    Perjalanan apapun, dimulai dari sebuah langkah kecil.

  • Singha Barwang

    Singha Barwang / Macan Ali adalah simbol kerajaan di Cirebon. Merupakan kaligrafi berbentuk seekor singa.

  • Makrifatullah

    MAKRIFAT IALAH :Mengenal Allah SWT.pada Zat-nya,pada Sifat-nya,pada Asma'nya dan pada Af'al-nya.

  • Rajah Kalacakra

    Ilmu Rajah KalaCakra merupakan ilmu untuk menyerang makhluk halus yang mengganggu kita.

  • Abdul Jabbar

    لا فتى إلا علي ولا سيف إلا ذوالفقار

Wednesday, August 25, 2010

Sujud (Arti Gerak, Kalimat, dan Makna)

SUBHANA ROBBIYAL 'ALA WABIHAMDIH

"Sujud" adalah tempat terdekat dengan Allah
Sudahkah kita "sujud selalu" seumur hidup?
Posisi kepala yng di dalamnya terdapat logika dan ego di mana, waktu sujud...
Posisi dada yang di dalamnya terdapat jantung yang secara abstrak qolbu kita dimana waktu sujud...
dan di atasnya lagi ada siapa...
makna tersirat apakah yang muncul ketika kita sujud dalam sholat...

saat kita sujud (merendah kan diri) sembari mengakui ketinggianNya dlm kalimat
subhana rabbiyal a'la wabihamdih

***************

Sujud dlm arti hakikat itu adalah:

Sujudnya badan / jasad kpd bathin
sujudnya zhahir (prilaku) kpd bathin (ilmu)
sujudnya nafsu luamah, amarah kpd supiah yg telah menyatu dgn mutmainah
atau dgn kata lain tunduknya tanah air api udara kpd bathin (ilmu/Quran/pancer)

Al-Quran itu hakikatnya Ilmu
sehingga terealisasi keselarasan antara zhahir (prilaku) dgn bathin (ilmu) dan berdampak positif bagi diri sendiri maupun sekitarnya (Buahnya akhlaqul karimah)
tunduk badan kpd bathin maka hilanglah sebab musabab dlm segala gerak ap'almu,asmamu, dan sifatmu, ini artinya sujud dlm hakikat

laksanakan perintahKU, janganlah sekali-kali kita sombong atas apa yg telah AKU karuniakan kpdmu.merendahlah kepada-KU dan kepada sesamamu
sedangkan sujud yg 5 Waktu sehari semalam itu adalah bukti nyata tunduknya jasad ntuh, makanya kadang shalat kaga berbuah nahi munkar bagi diri karena jasadnya blum tunduk kepada bathinnya sendiri

Rasul itu = Nur, Nur itu=Ilmu, ilmu Itu=Ayat-ayat Allah/Quran.
makanya rasulullah juga disebut Quran hidup/quran yg berjalan

Shalawat Badar

Shalaatullaah Salaamul laah ‘Alaa Thaaha Rasuulillaah
Shalaatullaah Salaamulleah ‘Alaa Yaa Siin Habiibillaah


Tawassalnaa Bibismi llaah Wabil Haadi Rasuulillaah
Wakulli Mujaahidin Lillaah Bi Ahlil Badri Yaa Allaah


llaahi Sallimil Ummah Minal Aafaati Wanniqmah
Wamin Hammin Wamin Ghummah Bi Ahlil Badri Yaa Allaah


Ilaahi Najjinaa Waksyif Jamii’a Adziyyatin Wahrif
Makaa idal ‘idaa wal thuf Bi Ahlil Badri Yaa Allaah


llaahi Naffisil Kurbaa Minal’Ashiina Wal’Athbaa
Wakulli Baliyyatin Wawabaa Bi Ahlil Badri Yaa Allaah


Wakam Min Rahmatin Washalat Wakam Min Dzillatin Fashalat
Wakam Min Ni’matin Washalat Bi Ahlil Bailri Yaa Allaah


Wakam Aghnaita Dzal ‘Umri Wakam Autaita D’Zal Faqri
Wakam’Aafaita Dzal Wizri Bi Ahlil Badri Yaa Allaah


Laqad Dlaaqat’Alal Oalbi Jamii’ul Ardli Ma’ Rahbi
Fa Anji Minal Balaas Sha’bi Bi Ahlil Badri Yaa A,llaah


Atainaa Thaalibir Rifdi Wajullil Khairi Was Sa’di
Fawassi’ Minhatal Aidii Bi Ahlil Badri Yaa Allaah


Falaa Tardud Ma’al Khaibah Balij’Alnaa’Alath Thaibah


Ayaa Dzal ‘lzzi Wal Haibah Bi Ahlil Badri Yaa Allaah


Wain Tardud Faman Ya-Tii Binaili Jamii’i Haajaati
Ayaa jalail mulimmaati Bi Ahlil Badri Yaa Allaah


llaahighfir Wa Akrimnaa Binaili Mathaalibin Minnaa
Wadaf i Masaa-Atin ‘Annaa Bi Ahlil Badri Yaa Allaah


llaahii Anta Dzuu Luthfin Wadzuu Fadl-Lin Wadzuu ‘Athfin
Wakam Min Kurbatin Tanfii Bi Ahlil Badri Yaa Allaah


Washalli ‘Alan Nabil Barri Bilaa ‘Addin Walaa Hashri
Wa Aali Saadatin Ghurri Bi Ahlil Badri Yaa Allaah


————————


Rahmat dan keselamatan Allah,
Semoga tetap untuk Nabi Thaaha utusan Allah,
Rahmat dan keselamatan Allah,
Semoga tetap untuk Nabi Yasin kekasih Allah’


Kami berwasilah dengan berkah “Basmalah”,
Dan dengan Nabi yang menuniukkan lagi utusan Allah,
Dan seluruh.orang yang beriuang .karena Allah,
Sebab berkahnya sahabat ahli badar ya Allah.


Ya Allah, semoga Engkau menyelamatkan ummat,
Dari bencana dan siksa,
Dan dari susah dan kesemPitan,
Sebab berkahnya sahabat ahli bariar ya Allah’


Ya AIlah semoga Engkau selamatkan kami dari semua yang menyakitkan,
Dan semoga Engkau (Allah) meniauhkan tipu dan daya musuh-musuh,
Dan semoga Engkau mengasihi kami,
sebab berkahnya sahabat Ahli Badar Ya Allah.


Ya Allah, semoga Engkau menghilangkan beberapa kesusahan
Dari orang-orang yang berma’siat dan semua kerusakan,
Dan semoga Engkau hitangkan semua bencana dan wabah penyakit’
Sebab berkahnya sahabat ahli Badar ya Allah


Maka sudah beberapa rahmat yang telah berhasil,
Dan sudah beberapa dari kehinaan yang dihilangkan,
Dan sudah banyak dari ni’mgt yang telah sampai,
Sebab berkahnya sahabal ahli Badar ya Allah’


Sudah berapa kati Engkau (Allah) memberi kekayaan orang yang makmur,
Dan berapa kati Engkau (Allah) memberi nikmat kepacla orang yang fakir,
Dan berapa kali Engkau (Allah) mengampuni orang yang berdosa,
Sebab berkahnya sahabat ahli Badar ya Allah.


Sungguh hati manusia merasa sempit di atas tanah yang luas ini;
karena banyakhya marabahaya yang mengerikan,
Dan malapetaka yang menghancurkan,
semoga Allah menyelamatkan kami dari bencana yang mengerikan,
Sebab berkahnya sahabat ahli Badar ya Allah.’


Kami datang dengan memohon pemberian/ pertolongan
Dan memohon agungnya kebaikan dan keuntungan
Semoga Allah meluaskan anugerah (keni’matan) yang melimpah-limpah.
Dari sebab berkahnya ahli Badar ya Allah.


Maka ianganlah Engkau (Allah) menolak kami menjadi rugi besar,
Bahkan jadikanlah diri kami dapat beramal baik, dan selalu bersuka ria.
Wahai Dzat yang punya keagungan (kemenangan) dan Prabawa,
Dengan sebab berkahnya sahabat ahli Badar ya Allah.


Jika Engkau (Allah) terpaksa menolak hamba, maka kepada siapakah
kami akan datang mohon dengan mendapat semua hajat kami;
Wahai Dzat yang menghilangkan beberapa bencana dunia dan
akhirat, hilangkan bencana-bencana hamba
lantaran berkahnya sahabat ahli Badar ya Allah.


Ya Allah, semoga Engkau rnengampuni kami dan memuliakan
diri kami, dengan mendapat hasil beberapa permahonan kami, dan
menolak keburukan-keburukan dari kami,
Dengan mendapat berkahnya sahabat ahli Badar ya Allah.


Ya Allah, Engkaulah yang punya belas kasihan,
dan punya keutamaan (anugerah) lagi kasih sayang,
Sudah banyaklah kesusahan yang hilang,
Dari sebab berkahnya sahabat ahli Badar ya Allah.


Dan semoga Engkau (Allah) melimpahkan rahmat kepada Nabi yang senantiasa berbakti kepada-Nya,
dengan limpahan rahmat dan keselamatan yang tak terbilang dan tak terhitung,
Dan semoga tetap atas para keluarga Nabi dan para Sayyid yang bersinar nur cahayanya,
sebab berkahnya sahabat ahli Badar ya Allah.


===================================================================


Sholawat Badar adalah rangkaian sholawat berisikan tawassul dengan nama Allah, dengan Junjungan Nabi s.a.w. serta para mujahidin teristimewanya para pejuang Badar. Sholawat ini adalah hasil karya Kiyai Ali Manshur, yang merupakan cucu Kiyai Haji Muhammad Shiddiq, Jember. Oleh itu, Kiyai ‘Ali Manshur adalah anak saudara/keponakan Kiyai Haji Ahmad Qusyairi, ulama besar dan pengarang kitab “”Tanwir al-Hija” yang telah disyarahkan oleh ulama terkemuka Haramain, Habib ‘Alawi bin ‘Abbas bin ‘Abdul ‘Aziz al-Maliki al-Hasani, dengan jodol “Inarat ad-Duja”.


Diceritakan bahwa asal mula karya ini ditulis oleh Kiyai ‘Ali Manshur sekitar tahun 1960-an, pada waktu umat Islam Indonesia menghadapi fitnah Partai Komunis Indonesia (PKI). Ketika itu, Kiyai ‘Ali adalah Kepala Kantor Departemen Agama Banyuwangi dan juga seorang Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama di situ.


Keadaan politik yang mencekam saat itu dan kebejatan PKI yang merajalela membunuh massa, bahkan banyak kiyai yang menjadi mangsa mereka, maka terlintaslah di hati Kiyai ‘Ali, yang memang mahir membuat syair ‘Arab sejak nyantri di Pesantren Lirboyo Kediri, untuk menulis satu karangan sebagai sarana bermunajat memohon bantuan Allah SWT untuk meredam fitnah politik saat itu bagi kaum muslimin khususnya Indonesia.


Dalam keadaan tersebut, Kiyai ‘Ali tertidur dan dalam tidurnya beliau bermimpi didatangi manusia-manusia berjubah putih – hijau, dan pada malam yang sama juga, isteri beliau bermimpikan Kanjeng Nabi s.a.w.


Setelah siang, Kiyai ‘Ali langsung pergi berjumpa dengan Habib Hadi al-Haddar Banyuwangi dan menceritakan kisah mimpinya tersebut. Habib Hadi menyatakan bahwa manusia-manusia berjubah tersebut adalah para ahli Badar. Mendengar penjelasan Habib yang mulia tersebut, Kiyai ‘Ali semakin bertekad untuk mengarang sebuah syair yang ada kaitan dengan para pejuang Badar tersebut. Lalu malamnya, Kiyai ‘Ali menjalankan penanya untuk menulis karya yang kemudiannya dikenali sebagai “Sholawat al-Badriyyah” atau “Sholawat Badar”.


maka terjadilah hal yang mengherankan keesokan harinya, orang-orang kampung mendatangi rumah beliau dengan membawa beras dan bahan makanan lain. Mereka menceritakan bahwa pada waktu pagi shubuh mereka telah didatangi orang berjubah putih menyuruh mereka pergi ke rumah Kiyai ‘Ali untuk membantunya kerana akan ada suatu acara diadakan di rumahnya. Itulah sebabnya mereka datang dengan membawa barang tersebut menurut kemampuan masing-masing. yang lebih mengherankan lagi adalah pada malam harinya, ada beberapa orang asing yang membuat persiapan acara tersebut namun kebanyakan orang-orang yang tidak dikenali siapa mereka.


Menjelang keesokan pagi harinya, serombongan habaib yang diketuai oleh Habib ‘Ali bin ‘Abdur Rahman al-Habsyi Kwitang tiba-tiba datang ke rumah Kiyai ‘Ali tanpa memberi tahu terlebih dahulu akan kedatangannya. Tidak tergambar kegembiraan Kiyai ‘Ali menerima para tamu istimewanya tersebut.


Setelah memulai pembicaraan tentang kabar dan keadaan Muslimin, tiba-tiba Habib ‘Ali Kwitang bertanya mengenai syair yang ditulis oleh Kiyai ‘Ali tersebut. Tentu saja Kiyai ‘Ali terkejut karena hasil karyanya itu hanya diketahui dirinya sendiri dan belum disebarkan kepada seorangpun. Tapi beliau mengetahui, ini adalah salah satu kekeramatan Habib ‘Ali yang terkenal sebagai waliyullah itu.


Lalu tanpa banyak bicara, Kiyai ‘Ali Manshur mengambil kertas karangan syair tersebut lalu membacanya di hadapan para hadirin dengan suaranya yang lantang dan merdu. Para hadirin dan habaib mendengarnya dengan khusyuk sambil menitiskan air mata karena terharu. Setelah selesai dibacakan Sholawat Badar oleh Kiyai ‘Ali, Habib ‘Ali menyerukan agar Sholawat Badar dijadikan sarana bermunajat dalam menghadapi fitnah PKI. Maka sejak saat itu masyhurlah karya Kiyai ‘Ali tersebut.


Selanjutnya, Habib ‘Ali Kwitang telah mengundang para ulama dan habaib ke Kwitang untuk satu pertemuan, salah seorang yand diundang diantaranya ialah Kiyai ‘Ali Manshur bersama pamannya Kiyai Ahmad Qusyairi. Dalam pertemuan tersebut, Kiyai ‘Ali sekali lagi diminta untuk mengumandangkan Sholawat al-Badriyyah gubahannya itu. Maka bertambah masyhur dan tersebar luaslah Sholawat Badar ini dalam masyarakat serta menjadi bacaan populer dalam majlis-majlis ta’lim dan pertemuan.


Maka tak heran bila sampai sekarang Shalawat Badar selalu Populer. Di Majelis Taklim Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi sendiri di Kwitang tidak pernah tinggal pembacaan Shalawat Badar tersebut setiap minggunya.


Untuk lebih lengkapnya tentang cerita ini teman2 dapat membaca buku yang berjudul “ANTOLOGI Sejarah Istilah Amaliah Uswah NU” yang disusun oleh H. Soeleiman Fadeli dan Muhammad Subhan.


Semoga Allah memberikan sebaik-baik ganjaran dan balasan buat pengarang Sholawat Badar serta para habaib yang berperan serta mempopulerkan Shalawat tersebut kepada kita kaum muslimin. Al-Fatihah…..

Perilaku Manusia dalam Dzikir Tauhid

Ibnu Athaillah As Sakandary: Manusia terbagi menjadi tiga kelompok dalam bertauhid dan berdzikir : Kelompok pertama, adalah kalangan umum, yaitu kalangan pemula. Maka tauhidnya adalah bersifat lisan (oratif) belaka, baik dalam ungkapan, wacana, akidahnya, dan keikhlasan, melalui Cahaya Syahadat Tauhid, ”Laa Ilaaha Illallah Muhamadur Rasululullah”. Ini diklasifikasikan tahap Islam. Kelompok kedua, kalangan Khusus Menengah, yaitu Tauhid Qalbu, baik dalam apresiasi, kinerja qalbu maupun akidah, serta keikhlasannya. Inilah disebut tahap Iman. Khususul Khusus, yaitu Tauhidnya akal, baik melalui pandangan nyata, yaqin dan penyaksian (musyahadah) kepadaNya. Inilah Tahap Ihsan.


MAQOMAT DZIKIR
Dzikir mempunyai tiga tahap (maqomat) :

1. Dzikir melalui Lisan : Yaitu dzikir bagi umumnya makhluk.
2. Dzikir melalui Qalbu : Yaitu dzikir bagi kalangan khusus dari orang beriman.
3. Dzikir melalui Ruh : Yaitu dzikir bagai kalangan lebih khusus, yakni dzikirnya kaum ‘arifin melalui fana’nya atas dzikirnya sendiri dan lebih menyaksikan pada Yang Maha Didzikiri serta anugerahnya apada mereka.


PERILAKU DZIKIR "ALLAH"
Bagi pendzikir Ismul Mufrad “Allah” ada tiga kondisi ruhani:

1. Kondisi Remuk Redam dan Fana'
Remuk redam dan fana’Yaitu dzikir orang yang membatasi pada dzikir “Allah” saja, bukan Asma-asma lain, yang secara khusus dilakukan pada awal mula penempuhan. Ismul Mufrod tersebut dijadikan sebagai munajatnya, lalu mengokohkan manifestasi “Haa’ di dalamnya ketika berdzikir.

Siapa yang mendawamkan (melanggengkannya) maka nuansa lahiriyahnya terfana’kan dan batinnya terhanguskan. Secara lahiriyah ia seperti orang gila, akalnya terhanguskan dan remuk redam, tak satu pun diterima oleh orang. Manusia menghindarinya bahkan ia pun menghindar dari manusia, demi kokohnya remuk redam dirinya sebagai pakaian lahiriahnya. Rahasia Asma “Allah” inilah yang hanya disebut. Bila menyebutkan sifat Uluhiyah, maka tak satu pun manusia mampu menyifatinya. Ia tidak menetapi suatu tempat, yang bisa berhubungan dengan jiwa seseorang, walau di tengah khalayak publik, sebagaimana firman Allah swt :
“Tidak ada lagi pertalian nasab diantara mereka di hari itu dan tidak ada pula saling bertanya.” (Al-Mu’minun: 101)

Sedangkan kondisi batinnya seperti mayat yang fana, karena dzat dan sifatnya diam belaka. Diam pula dari segala kecondongan dirinya maupun kebiasaan sehari-harinya, disamping anggota tubuhnya lunglai, hatinya yang tunduk dan khusyu’.

Sebagaimana firmanNya :
“Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat.” (Al-Muzammil: 5)
“Dan kamu lihat bumi ini kering, dan apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah, dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumjbuhan yang indah.” (Al-Hajj : 5)

2. Kondisi Hidup dan Baqo’.
Dari kondisi hidup dan abadi (baqo’), yaitu manakala orang yang berdzikir dengan Ismul Mufrod “Allah” tadi mencapai hakikatnya, kokoh dan melunakkan dirinya, maka simbol-simbilnya dan sifat-sifatnya terhanguskan.
Allah meniupkan Ruh Ridlo setelah “kematian ikhtiar dan hasrat kehendaknya”. Ia telah fana’ dari hasrat kebiasaan diri dan syahwatnya, dan telah keluar dari sifat-sifat tercelanya, lalu berpindah (transformasi) dari kondisi remuk redam nan fana’ menuju kondisi hidup dan baqo’. Kondisi tersebut menimbulkan nuansa kharismatik dan kehebatan dalam semesta, dimana segalanya takut, mengagungkan dan metrasa hina dihadapan hamba itu bahkan semesta meraih berkah kehadirannya.

3. Kondisi Nikmat dan Ridho
Kondisi Nikmat dan Ridlo, maka bagi orang yang mendzikirkan “Allah” pada kondisi ini senantiasa mengagungkan apa pun perintah Allah swt, jiwanya dipenuhi rasa kasih sayang terhadap sesame makhluk Allah Ta’ala, tidak lagi sembunyi-sembunyi dalam mengajak manusia menuju agama Allah swt. Dari jiwanya terhampar luas bersama Allah swt, hanya bagi Allah swt.

Rahmat Allah swt meliputi keleluasaannya, dan tak satu pun makhluk mempengaruhinya, bahkan atak ada sesuatu yang tersisa kecuali melalui jalan izin Allah swt. Ia telah berpindah dari kondisi ruhani hidup dan baqo’, menuju kondisi nikmat dan ridlo, hidup dengan kehidupan yang penuh limpahan nikmat selamanya, mulia, segar dan penuh ridloNya. Tak sedikit pun ada kekeruhan maupun perubahan. Selamat, lurus dan mandiri dalam kondisi ruhaninya, aman dan tenteram.

Sebegitu kokohnya, ia bagaikan hujan deras yang menyirami kegersangan makhluk, dimana pun ia berada, maka tumbuhlah dan suburlah jiwa-jiwa makhluk karenanya. Hingga ia raih kenikmatan dan ridlo bersama Allah Ta’ala, dan Allah pun meridloinya. Allah swt berfirman :
“Kemudian Kami bangkitkan dalam kehidupan makhluk (berbentuk) lain, maka Maha Berkah Allah sebagai Sebagus-bagus Pencipta” (Al-Mu’minun: 14)

Suatu hari seorang Sufi sedang berada di tengah majlisnya Asy-Syibly, tiba-tiba berteriak, “Allah!” Asy-Syibly menimpali, “Apa-apaan ini! Kalau kamu memang jujur, maka kamu masyhur (di langit), jika kamu dusta, kamu benar-benar hancur!”.

Seorang lelaki juga berteriak di hadapan Abul Qasim al-Junayd ra, dan Al-Junayd berkomentar, “Saudaraku Bila yang anda sebut itu menyaksikanmu dan anda pun hadir bersamaNya, berarti engkau telah mengoyak tirai dan kehormatan, dan mendapatkan kecemburuan aroma pecinta yang diberikan. Namun jika anda mengingatNya, sedangkan anda ghaib dariNya, maka menyebut yang ghaib (tidak hadir) berarti menggunjing. Padahal menggunjing itu haram.”
Dikisahkan dari Abul Hasan ats-Tasury ra, ketika beliau berada di rumahnya selama tujuh hari tidak makan dan tidak minum serta tidak tidur, ia tetap terus menerus menyebut Allah…Allah…

Kisah ini disampaikan kepada Al-Junayd atas tingkah lakunya itu. “Apakah dia menjaga kewajiban waktunya?” Tanya al-Junayd. “Dia tetap sholat tetap pada waktunya.” “Alhamdulillah, Allah yang menjaga-Nya, dan tidak memberikan jalan kepada syetan padanya.” Kata al-Junayd.

Kemudian al-Junayd berkata kepada para santri-santrinya, “Ayo kalian semua berdiri dan mendatanginya, mungkin kita bisa memberi manfaat padanya atau sebaliknya kita mengambil faedah darinya.”

Ketika al-Junayd masuk di hadapannya, al-Junayd berkata, “Wahai Abul Hasan, apakah ucapanmu Allah..Allah..itu bersama Allah (Billah) atau bersama dirimu sendiri? Bila engkau mengucapkan bersama Allah, maka bukan andalah yang mengucapkannya. Karena Dialah yang berkalam melalui lisan hambaNya. Sang Pendzikir adalah diriNya bersama DiriNya. Namun bila yang menyebut tadi adalah dirimu bersama dirimu, sedangkan anda juga bersama dirimu sendiri, maka apalah artinya remuk redam.”

“Engkaulah sebaik-baik sang pendidik wahai Ustadz,” kata Ats-Tsaury. Dan rasa gelisah remuk redamnya tiba-tiba hilang.

Dan aku remuk redam bersamamu karena mengenangmu
Dan benar atas kebaikan yang melimpah dengan kenangnanmu
Dan fana bersasmamu penuh keasyikan.
Siapa yang tak pernah merindu pada cinta
Asmara yang mengalahkan akalnya
Demi umurku sungguh ia celaka.
Tak ada dzikir melainkan tenggelam sirna dengan dzikirnya dari merasa berdzikir
Hanya kepada Yang Diingatlah yang terkenang
Dalam fana dan pertemuan
Siapa yang masih ada akalnya, ia tak akan pernah berdzikir
Siapa yang hilang dari dzikir, maka benarlah ia telah membubung kepadaNya


Dzikir itu sendiri merupakan pembersihan dari kealpaan dan kelupaan, melalui pelanggengan hadirnya qalbu dan keikhlasan dzikir lisan, disertai memandangNya, dariNya. Sang Tuanlah yang mengalurkan ucapan dzikir melalui lisan hambaNya. Dikatakan, Dzikir adalah keluar dari medan kealpaan menuju padang musyahadah (penyaksian kepadaNya).

Hakikat dzikir adalah mengkonsentrasikan Yang didzikir, dengan sirrnya si pendzikir dari dzikirnya, dan fananya si pendzikir dalam musayahadah dan kehadiran jiwa, sehingga ia tidak terhilangkan dirinya melalui musyahadah kepadaNya di dalam musyahadahnya. Maka si pendzikir menyaksikan Allah bersama Allah, sehingga Allah lah Yang Berdzikir dan Yang Didzikir.

Maka dari segi kemudahan dariNya untuk si hamba, dan keleluasaan untuk berdzikir melalui lisannya, maka Dialah Yang Berdzikir kepadahambaNya, lalu segala yang disebutnya adalah dari-Nya. Dari segi intuisi awal yang dating dariNya, maka Dialah Yang Berdzikir pada DiriNya melalui lisan hambaNya. Sebagaimana riwayat hadits shahih disebutkan, bahwa Allah Ta’ala berfirman: “Akulah pendengaran yang dengannya ia mendengar, dan Akulah penghlihatan yang dengannya ia melihat, dan Akulah lisannya yang dengannya ia bicara.”

Dalam riwayat lain juga disebutkan, “Maka Akulah pendengaran, penglihatan, lisan, tangan dan penguat baginya.”

Sholat Sebagai Mi'raj nya Orang Beriman

Dalam agama Islam, kita mengenal konsep Trilogi Iman, Islam dan Ihsan. Ketiga kosep tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Shalat merupakan bagian dari rukun Islam yang sangat penting untuk dikaji dan dilaksanakan oleh umat Islam. Kata “shalat” merupakan kata serapan dari bahasa Arab, yang artinya hubungan. Ketika kita melakukan shalat, maka kita sebenarnya sedang melakukan hubungan langsung dengan Allah. Ketika seorang mengawali ibadah shalat dengan “Takbiratul Ihram” (Takbir Larangan), ruhani bergerak menemui Allah, terlepas dari belengu hawa nafsu karena panca indra menutup diri dari segala macam peristiwa di sekitarnya.

Dalam shalat, seorang pelaku shalat harus memusatkan seluruh perhatian diri kepada Wujud Allah yang merupakan obyek perhatian ruhani untuk kembali dan berserah diri. Kemudian setelah kita telah bertawajuh kepada Allah maka barulah kita dapat berserah diri secara kafah. Kalau kita sudah mencapai kesadaran seperti ini, maka para pelaku shalat tersebut dapat diberi gelar sebagai manusia yang murni (mukhlisin). Dan pada keadaan ini sifat setan dan hawa nafsu tidak mampu menembus alam keikhlasan orang mukmin.

Pada saat kita melakukan gerakan takbiratul ihram (takbir larangan) dalam shalat, maka otomatis seluruh syaraf indra tidak menghantarkan impuls getaran dari panca indra, sebab tujuh pintu hawa nafsu yang ada di kepala tidak difungsikan sehingga ruhani perlahan bergerak meninggalkan keterikatannya dengan badan (syahwat). Neuron-neuron akal berhenti bergerak hingga menjadi Nurun ‘ala Nurin, lalu melesat kembali ke pangkalnya, yaitu Cahaya Allah dan Cahaya Terpuji. Pada saat inilah ruhani berserah diri dan lepas bebas dari pengaruh alam-alam, suara-suara ghaib, dan lain-lainnya.

Sesungguhnya aku hadapkan wajahku kepada wajah Allah yang menciptakan langit dan bumi dengan lurus, dan aku bukan termasuk orang yang menyekutukan-Nya.” (QS Al An’am 6 : 79)

Ayat di atas merupakan pernyataan setiap kali kita shalat, bahwa kita menyadari sedang menghadapkan wajah kita dengan Wajah Allah Yang Maha Suci (bertawajuh). Kemudian dilanjutkan dengan penegasan bahwa “shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku semata-mata hanya untuk Allah semata”. Jika keadaan ini yang terjadi, tak mungkin akal kita berkeliaran tak terkendali mengingat selain Allah. Kita juga tidak mungkin melakukan perbuatan yang melanggar tuntunan Allah.

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab dan dirikan shalat. Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan ingkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah dalam (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat lain)………” (QS Al-Ankabut 29 : 45)

Allah memberikan gelar kepada orang yang shalatnya tidak sesuai dengan sumpahnya sebagai shalatnya orang munafik.

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka dzikrullah kecuali hanya sedikit sekali.” (QS An Nisa’ 4 : 142)

Ketika melakukan shalat, kita sering mengalami rasa jenuh dan tidak khusyu’, padahal dalam doa iftitah kita telah berikrar bahwa kita sedang menghadapkan wajah kita dengan wajah Allah. Hal ini terjadi dikarenakan kita tidak mengetahui bagaimana cara melakukan Takbiratul Ihram dengan baik.

Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, bahwa “shalat itu adalah mi’raj-nya orang-orang mukmin”. Yaitu naiknya jiwa meninggalkan ikatan nafsu yang terdapat dalam fisik manusia menuju ke hadirat Allah.

Mungkin bagi kita yang awam agak canggung dengan istilah mi’raj, yang hanya kita kenal sebagai peristiwa luar biasa hebat yang pernah dialami Nabi Muhammad Saw dan menghasilkan perintah sebuah shalat. Mengapa Rasullullah mengatakan bahwa shalat merupakan mi’raj-nya orang mu’min? Adakah kaitannya dengan mi’rajnya Rasulullah Saw, karena perintah shalat adalah hasil perjalanan beliau ketika berjumpa dengan Allah di Shidratul Muntaha? Mungkinkah kita bisa melakukan seperti yang dilakukan Rasulullah Saw melalui shalat? Apakah kita bisa bertemu dengan Allah ketika shalat? Begitu mudahkah bertemu dengan Allah? Atau jika jawabannya tidak, mengapa kita diperintahkan untuk shalat? Adakah rahasia dibalik shalat?.

Misteri ini hampir tak terpecahkan, karena kebanyakan orang menanggapi hadits tersebut dengan sikap apriori, dan berkeyakinan bahwa manusia tidak mungkin bertemu dengan Allah di dunia. Akibatnya, kebanyakan orang tak mau pusing mengenai hakikat shalat atau bahkan hanya menganggap shalat sebagai sebuah kewajiban yang harus dilakukan tanpa harus memikirkan fungsi dan tujuannya.

Dilain pihak ada peshalat yang telah mengerahkan segenap daya untuk mencapai khusyu’, akan tetapi tetap saja pikiran masih menerawang tidak karuan sehingga tanpa kita sadari sudah keluar dari “kesadaran shalat”. Allah telah mengingatkan hal ini, bahwa banyak orang shalat akan tetapi kesadarannya telah terseret keluar dari keadaan shalat itu sendiri, yaitu bergerser niatnya bukan lagi karena Allah.

“…..Maka celakalah orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dalam shalatnya, dan orang-orang yang berbuat riya.” (QS Al-Ma’un 107 : 4-6)

Pada ayat kelima firman Allah tersebut, didahului oleh kalimat Alladzina (isim mausul) sebagai kata sambung untuk menerangkan kalimat sebelumnya yaitu saahun (orang yang lalai). Celakalah baginya karena dasar perbuatan shalatnya telah bergeser dari “karena Allah” menjadi karena ingin dipuji oleh orang lain (riya)”. Atau, bagi orang yang dalam shalatnya tidak menyadari bahwa ia sedang berhadapan dengan Tuhannya sehingga pikirannya melayang liar tanpa kendali. Shalat yang demikian adalah shalat yang shahun. Keadaan tersebut bertentangan dengan firman Allah yang menghendaki shalat sebagai jalan untuk mengingat Allah.
“…maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku…”. (QS Thaha 20 : 14)

“……. Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”. (QS Al A’raaf 7 : 205)

Inilah rangkaian ayat yang menunjukkan kepada masalah kedalaman ibadah shalat, yaitu untuk mengingat Allah, bukan sekedar membungkuk bersujud dan komat-kamit tiada sadar dengan yang ia lakukan. Shalat yang hanya komat-kamit inilah yang banyak dilakukan selama ini, sehingga sampai sekarang banyak yang tak mampu mencerminkan watak mushallin yang sebenarnya, yaitu tercegah dari perbuatan keji dan ingkar.

“…Janganlah engkau mendekati shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk (tidak sadar)….”. (QS An Nisa 4 : 43)

Kalimat laa taqrabu (janganlah kamu mendekati) mempunyai kandungan maksud bahwa kita dilarang mendekati shalat. Sebagian ulama menggap haram hukumnya jika orang mendekati shalat dalam keadaan tidak sadar. Hal ini dikaitkan dengan kalimat larangan yang juga menggunakan kata laa taqrabu seperti dalam firman Allah, “laa taqraba hadzihisy syajarah, “jangalah engkau dekati pohon ini.” (QS Al Baqarah 2 : 35) dan “laa taqrabul fawaahisya…., “Janganlah engkau dekati perbuatan-perbuatan keji.” (QS Al An’am 6 : 151) serta “Laa taqrabuz zina, “Janganlah engkau mendekati zina.” (QS Al Isra’ 17 : 32 ), Walaa taqrabuu maalal yatiimi, dan janganlah kamu dekati harta anak yatim… (An An’am 6 ayat : 152).

Nahyi (larangan) juga ditujukan kepada para mushalilin agar tidak melakukan shalat jika masih belum sadar bahwa dirinya sedang berhadapan dengan Sang Khaliq. Bentuk nahyi (larangan) pada ayat-ayat di atas seperti kata laa taqrabuush shalata (jangan engkau mendekati shalat) dan laa taqrabaa hadzihisy syajarata (jangan kalian mendekati pohon ini) mempunyai sifat yang sama, yaitu larangan untuk mendekati sesuatu (benda) atau perbuatan. Dan itu merupakan syarat mutlak dari Allah. Coba kita renungkan, untuk mendekati saja kita dilarang, apa lagi untuk melakukannya. Jika tetap dilakukan maka Allah akan murka, yang ditunjukkan dengan perkataan yang sangat buruk, yaitu, “maka celakalah orang yang shalat”.

Allah juga memberikan pujian kepada orang-orang mukmin yang khusyu’ dalam shalatnya.

“Sungguh beruntunglah mereka yang beriman yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.” (Al Mukminun 23 : 1-2)

Sungguh amat jelas dalam nash tersebut, bahwa khusyu’ merupakan suatu hal yang sangat penting, dan Allah merespons orang-orang mukmin yang khusyu’ di dalam peribadatannya.

“Katakanlah : “Berimanlah kamu kepada-Nya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya, apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka pun menyungkur atas muka mereka sambil bersujud dan mereka berkata “Maha Suci Tuhan kami, sungguh janji Tuhan kami pasti dipenuh”’, Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis, dan mereka bertambah khusyu” (QS Al Isra’ 17 : 107 – 109)

“Ilmu” yang dimaksud ayat di atas adalah ilmu khusyu. Jika ilmu tersebut ada dalam qalbu manusia maka akan bergetar qalbunya, tersungkur atas muka mereka seraya menangis dan mereka bertambah khusyu’, jika ayat-ayat Allah dibacakan. Ayat di atas sekaligus merupakan petunjuk atas tanda iman yang keluar dari qalbu orang-orang yang dimaksud pada ayat-ayat tersebut.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang apabila mengingat Allah gemetarlah qalbu mereka…”. (QS Al Anfaal 8 : 2)

Pengertian khusyu’ ialah lunak dan tawadhu’ qalbunya, merasakan ketenangan, kerinduan, keintiman dan kecintaannya kepada Allah.

Selanjutnya apa yang menjadi penyebab hilangnya ilmu khusyu’ pada zaman kini, Al Quran mengisahkan sebuah zaman yang hampir sama kejadiannya seperti zaman kita, yaitu :

“Dan ceritakan (kisah) Idris di dalam Al-Quran, sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka maka mereka menyungkur dengan sujud dan menangis. “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan”. (QS Maryam 19 : 56-59)

Begitulah Al-Quran menyebutkan penyebab dicabutnya ilmu khusyu’, yaitu karena memperturutkan hawa nafsu dan melalaikan shalatnya. Dalam Al Qur’an Allah juga telah menunjukkan jalan bagi yang ingin mendapatkan kekhusyu’an.

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh amat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka kembali kepada-Nya.” (QS Al Baqarah 2 : 45-46)

Pada ayat pertama tersebut, Allah memberikan penjelasan terhadap kita, bahwa shalat itu memang sangat sulit dan berat, kecuali bagi orang yang khusyu’. Pada ayat berikutnya terdapat kata alladzina yazhunnuuna annahum mulaaquu rabbihim wa annahum ilaihi raajiun, untuk menjelaskan bahwa orang yang khusyu’ adalah yang mempunyai kesadaran rohani (zhan) bahwa dirinya sedang bertemu dengan Tuhannya dan dengan kesadarannya itulah mereka kembali kepada-Nya (berserah diri).

Jika tidak memahami kesadaran bahwa hanya kepada-Nya roh itu kembali, maka perjalanan rohani kita berhenti atau terlena ke dalam ilusi pikiran. Akibatnya pengalaman liqa’ Allah itu tidak ada, padahal pertemuan dengan Allah yang disebutkan di atas terjadi pada waktu sekarang atau sedang berlangsung.

Ada sebagian menterjemahkan bahwa “bertemu Allah” hanya di akhirat kelak. Pendapat ini tidak sesuai dengan kata yang tercantum dalam ayat tersebut. Sebab pada kalimat alladzina yazhununa annahum mulaaquu rabbihim wa annahum ilaihi raajiunn- adalah orang yang (sedang) meyakini atau menyadari bertemu dengan Tuhannya dan kepada-Nya mereka kembali. Kata raaji-unn berasal dari kata raja’a (telah kembali, fi’il madhi), sedang yarji’u (sedang kembali, fiil mudhori’) dan raaji’ (orang yang kembali, isim fail). Raajiuun adalah bentuk jama’ dari kata raaji (orang yang kembali).

Penggunaan isim fail (pelaku atau subjek) pada ayat tersebut menegaskan, bahwa subjek itu melakukan sesuatu pada saat sekarang atau sedang berlangsung, karena didahului kata yadzhunna (adalah bentuk fiil mudhori’), di dalam kitab Al qawaaidul ‘Arabiya, Al muyassarah jilid halam 79, wa huwa fi’lulu alladzi yadullu ‘ala hadatsin fi zamanin haadhir aumutaqbalin, menerangkan waktu zaman (jamanin) hadir au istiqbal yaitu peristiwa yang dilakukan saat sekarang dan akan datang atau kejadian itu sedang berlangsung. Maka bagi orang yang mengartikan bahwa kembali atau bertemu dengan Allah yang dimaksud adalah nanti di akhirat saja, sangatlah tidak masuk akal karena jika pendapatnya demikian akan muncul pertanyaan : jadi selama ini ketika kita shalat menghadap kepada siapa? Di manakah Allah saat kita sedang menyembah-Nya? Bagaimana dengan pernyataan Allah dalam surat Thaha 20 ayat 14 :

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikan shalat untuk mengingat aku.
Begitu jelas bahwa objek (persembahan) ketika shalat adalah Aku, bukan nama-Ku akan tetapi kepada Wujud-Ku.

Sayyid Qutub memberikan penegasan bahwa penggunaan kata “dzan” pada kalimat alladzina yadzunnuuna annhum mulaquu rabbihim dan akar katanya, bukan bermakna “sangkaan” tetapi diartikan keyakinan berjumpa dengan Allah. Arti ini dianggap yang lebih tepat, karena banyak keterangan serupa terdapat di dalam Al Quran maupun dalam kaidah bahasa Arab pada umumnya (Abu Sangkan, 2003).

Salah satu bentuk khusyu’ yang dapat dilihat secara syariat adalah shalat yang tak menengok ke kanan dan ke kiri. Hal itu disebutkan dalam beberapa ayat dan Hadits di bawah ini :

“Maka sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yakin ( mati ) “. (QS Al Hijr 1: 99)


“Ingatlah kematian di dalam sholatmu. Karena sesungguhnya seseorang jika mengingat kematian di dalam sholatnya, niscaya dia akan bermaksud untuk memperbaiki sholatnya. Dan lakukanlah sholat sebagaimana sholat seseorang yang tidak pernah mengira bahwa dia akan dapat melakukan selain sholat yang dilakukannya itu “. (HR Ath Thabrani)

“Jika engkau telah berdiri di dalam sholatmu, maka lakukanlah sholat sebagaimana sholat seorang yang akan meninggalkan dunia “. (HR Ahmad)

“Dari Abu Hurairah : “Rasulullah Saw pernah menoleh ke kanan dan ke kiri dalam shalat, lalu Allah menurunkan firman-Nya : Sungguh beruntung mereka yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya. Kemudian Rasulullah Shallallhu ‘Alaihi wa Sallam, shalat dengan khusyu’ dan tidak menoleh ke kanan atau ke kiri”. (HR An Nasai)

“Allah itu tanpa henti memperhatikan shalatnya hamba, selama hamba itu tidak menoleh. Jika hamba itu menoleh, maka Allah mengalihkan pandangan-Nya dari hamba itu.” (Al Hadits)

Rasulullah Saw ketika melakukan shalat selalu dengan tuma’ninah, yaitu sikap tenang atau diam sejenak sehingga beliau dapat menyempurnakan ruku’, I’tidal, sujud dan duduk antara dua sujud dalam shalatnya.

“Apabila kalian melaksanakan shalat maka janganlah terburu-buru dan datangilah shalat tersebut dengan tenang dan penuh hormat.” (HR Bukhari)

Tentang lamanya waktu tuma’ninah kadang Rasulullah Saw melaksanakannya cukup lama.

“Sesungguhnya Anas pernah berkata : Sungguh aku tidak kuasa shalat dengan kamu sebagaimana aku pernah melihat Rasulullah Saw, shalat dengan kami, yaitu apabila mengangkat kepalanya dari ruku’, beliau bediri tegak sehingga orang-orang menduga bahwa beliau lupa, dan apabila mengangkat kepalanya dari sujud, beliau diam sehingga orang-orang menduga bahwa beliau lupa.” (HR. Bukhari dan Muslim)

“Aku shalat bersama Rasulullah pada suatu malam : Rasulullah senantiasa berdiri lama sehingga ada perasaan yang tidak baik dalam hatiku. Lalu ditanya oleh beliau. Niat tidak baik apakah yang kamu rasakan? Ketika engkau berdiri lama aku ingin cepat duduk, dan ingin meninggalkan shalat bersamamu”. (HR Bukhari dan Muslim)

Cara untuk memasuki shalat yang khusyu’ dapat di lakukan dengan langkah-langkah berikut ini :

1. Heningkan pikiran dan usahakan tubuh anda rileks. Tak perlu mengkonsentrasikan pikiran karena anda akan merasakan pusing dan lelah.

2. Kemudian rasakan getaran kalbu yang bening dan sambungan rasa itu kepada Allah (biasanya kalau sudah tersambung, suasana sangat hening dan tenang terasa getarannya menyelimuti jiwa dan fisik. Getaran jiwa inilah yang kemudian memendar menjadi Nur yang menyambungkan kepada Allah (Nur Shalah), yang menyebabkan pikiran tidak liar).

3. Bangkitkan kesadaran diri, bahwa anda sedang berhadapan dengan Allah. Sadari bahwa anda akan memuja dan bersembah sujud kepada-Nya serendah-rendahnya, menyerahkan segala apa yang ada pada diri anda.

4. Berniatlah dengan sengaja dan sadar sehingga muncul getaran rasa yang sangat halus dan kuat yang menarik rohani kita meluncur ke Cahaya-Nya, pada saat itulah ucapkan takbir Allahu Akbar, sembari mengangkat tangan untuk mempertemukan jari-jari tangan dengan pasangannya, yaitu tujuh lubang inderawi dikepala. Sesuai dengan Hadits Nabi Muhammad Saw : “Ketika kami berada di sisi Rasulullah, tiba-tiba beliau bertanya : “Adakah orang asing dianatara kamu, kemudian beliau memerintahkan pintu dututup dan bersabda : Angkatlah tangan kamu” (HR Al Hakim). Saksikan dan nikmati Nur Ilahi dan Nur Muhammad yang terlihat oleh mata Qalbu. Kemudian luruskan niat, sesungguhnya aku menghadap wajah ku kepada Wajah Allah yang menciptakan langit dan bumi, dengan selurus-lurusnya, dan aku bukan termasuk orang yang syirik. Rasakan kelurusan jiwa anda yang terus bergetar menuju Nur Allah dan Nur Muhammad, dan setelah itu menyerahlah secara total dalam “Lautan Cahaya-Nya”. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah semata.

5. Rasakanlah kehadiran Nur Ilahi dan Nur Muhammad yang masih menyelimuti jiwa anda, dan mulailah perlahan-lahan membaca setiap ayat dengan tartil, pastikan anda masih tetap melihat Nur Ilahi dan Nur Muhammad saat membaca ayat-ayat-Nya.

6. Kemudian lakukanlah rukuk, biarkan badan anda membungkuk. Pastikan bahwa roh anda tetap melihat Nur Ilahi dan Nur Muhammad Yang Maha Agung, kemudian secara perlahan-lahan bacalah dengan penuh perasaan hormat subhaana rabbiyal adiimi wabihamdihi. Jika hal ini terjadi seirama antara rohani dengan fisik anda, maka Nur Ilahi dan Nur Muhammad yang tersaksikan akan bertambah Cemerlang dan meliputi diri kita sehingga bertambah kuat pula kekhusyu’an shalat kita.

7. Setelah rukuk, anda berdiri kembali perlahan sambil terus menyaksikan Nur Allah dan Nur Muhammad sambil mengucapkan pujian kepada-Nya Yang Maha Mendengar, samiallahu liman hamidah, kemudian setelah kedua tangan diturunkan ucapan : Rabbana lakal hamdu millussamawati wamil ul ardhi wamil uma syita min syai in ba’du (Ya Allah, kami bagi-Mu segala puji sepenuh langit dan bumi, sepenuh barang yang Engkau kehendaki). Rasakan keadaan ini sampai rohani anda mengatakannya dengan sebenarnya, dan jangan sedikitpun rasa tersisa dalam diri untuk ingin dipuji.

8. Kemudian secara perlahan dengan tetap melihat Nur Allah dan Nur Muhammad, bersujudlah serendah-rendahnya. Biarkan tubuh Anda bersujud, rasakan sujud anda agak lama. Jangan mengucapkan pujian kepada Allah yang Maha Suci, subhana rabbiyal a’la wabihamdih, sebelum roh dan fisik anda bersatu dalam Cahaya Allah dan Cahaya Muhammad ketika sujud. Biasanya terasa sekali bersatunya rohani dengan Nur Allah dan Nur Muhammad ketika memuji Allah dan akan berpengaruh kepada fisik, menjadi lebih tunduk dan ringan.

9. Selanjutnya lakukanlah shalat seperti di atas dengan perlahan-lahan dan tuma’ninah di setiap gerakan. Jika anda melakukannya dengan benar, maka getaran Nur Ilahi dan Nur Muhammad akan bergerak menuntun fisik anda. Sempurnakan kesadaran “Nur shalah” anda sampai salam.

Anda akan merasakan getaran “Nur shalah” (Cahaya Penghubung) kapan saja, sehingga suasananya menjadi sangat indah dan damai. Dan ketika tiba waktu shalat, “Nur Shalah” itu akan bertambah besar dan merupakan tempat persinggahan jiwa untuk mengisi getaran “Nur Iman” yang diperoleh dari shalat dengan khusyu’. Agar getaran “Nur Iman” itu tidak tertutup lagi ingatlah Wujud Allah yang telah tersaksikan dalam shalat, dalam setiap kesempatan.

“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalatmu, ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk, dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasakan tenang, maka dirikanlah shalat (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS An Nisa’ 4 :103)

Dari pengajian Pelita Hati (Tasawuf)

Misteri Sebuah Gambar



=====================================================================

1. Syariat.
Ini adalah ilmu sama ada ilmu bagi amalan, lahir (feqah) atau ilmu bagi amalan hati (tasawuf). Ini adalah langkah pertama dalam tertib beramal. Ia melibatkan ilmu tentang peraturan, hukum-hakam, halal haram, sah batal dan sebagainya. Ilmu perlu dalam beramal. Tanpa ilmu, kita tidak tahu macam mana hendak beramal mengikut cara yang Tuhan mahu. Kalaupun kita sudah cinta dan takut dengan Tuhan dan kita terdorong untuk menyembah-Nya, kita tidak boleh berbuat demikian ikut sesuka hati kita atau ikut cara yang kita cipta sendiri. Tuhan tidak terima, kita mesti ikut cara yang ditetapkan oleh Islam, kita mesti belajar. Amalan tanpa ilmu itu tertolak. Ilmu atau syariat ini ibarat biji benih.

a. Kurva atas dan bawah : Perjalanan hidup yang naik turun, di atas dan di bawah Lambang kehidupan makhluk , Hidup sejati dari Al-Hayyu harus dijalani susah senang, gembira derita, tawa tangis, Karena hidup perjalanan pada garis waktu ke depan yang tidak bisa mundur. Dan bukan hidup apabila tidak melalui dua pasangan kondisi di atas. Karena dengan gelombang naik turun lah hidup meniti waktu. Tidak ada kekuatan untuk mempertahankan di atas selamanya, dan di bawah selamanya. Jika ada kekuatan seperti itu malah akan melawan alam hidup dan merusak dirinya karena akan lepas dari garis lurus.

b.Garis lurus : Garis hidup, garis waktu, (shirotol mustaqim) Senang susah perjalanan hidup disyukuri dan dinikmati Pada Garis lurus pada tuntunan Ajaran Tuhan sebagai patokan pemandu arah dan pegangan hidup. Sehingga dalam keadaan senang akan dinikmati lalu disyukuri. Begitu pula dalam keadaan derita/susah akan dinikmati lalu disyukuri, tanpa keputus asaan. Apabila lepas dari garis ini maka arah kurva akan hilang karena "hidup" sudah tidak ada dan tidak dapat mencapi tahapan selanjutnya. Apabila tetap pada garis maka kurva kehidupan akan kembali pada garis lurus. Dimana terlahir dimulai pada awal pada garis dan berakhir pada garis pula.

Sebagaimana dicontohkan pada kehidupan Rasul,Nabi, Auliya, semuanya mengalami dinamika turun naiknya kehidupan, namun mereka kokoh pada garis menuju Tuhan. Jadi hidup tidak dapat diteori kan, tetapai dijalani dan dinikmati kemudian disyukuri. :susah dan lapar puasa, ngantuknya bangun subuh untuk sholat, diejeknya berjilbab, bankrutnya usaha, terpilihnya jadi anggota Dewan dsb

c. 3 kurva di atas + 3 kurva di bawah + 1 garis = 7 jalan
3 kurva di atas + 3 kurva di bawah = berpasangan = Perjalanan Hidup Makhluk
1 = Jalan Menuju Tuhan

2.Tariqat.
Ini adalah peringkat menghidupkan ilmu menjadi amalan sama ada amalan lahir maupun amalan hati secara istiqamah dan bersungguh-sungguh. Ilmu (syariat) yang ada perlu dilaksanakan. Ini dinamakan juga tariqat wajib dan ia tidak sama maksudnya dengan tariqat sunat yang mengandungi wirid-wirid dan zikir-zikir yang menjadi amalan sesetengah pengamal-pengamal sufi. Tariqat ini ibarat kita menanam biji benih tadi (syariat) hingga ia bercambah, tumbuh dan menjadi sebatang pokok yang bercabang dan berdaun.

a. Tiga lingkaran :
Tiga lingkaran masing-masing melambangkan 3 alam (dimensi) pada manusia, alam perbuatan, alam fikiran, dan alam hati. Tiga alam ini adalah pada dasarnya memiliki otoritas dalam aktivitasnya. Masing-masing memiliki aktivitas yang menghasilkan sesuatu yang memiliki beban tanggung jawab karena adanya otoritas. Perbuatan akan membuahkan amalan lahir yang menghasilkan buah perbuatan. Pemikiran pun demikian akan menghasilkan buah pemikiran yang harus dipertanggung jawabkan juga demikian berlaku untuk hati. Karena memiliki otoritas (kewenangan) dari 3 alam tadi maka masing-masing dapat beresiko tidak terkendali. Apabila berjalan tanpa kendali, berjalan masing-masing maka tibalah pada tahap kebingungan yang akan kotraproduktif, merusak diri, merusak masyarakat, dan lingkungan akhirnya rusaklah "hidup"nya dan semakin jauh dari TuhanNya. Seakan lepas dari ikatan masing-masing berjalan sendiri-sendiri sehingga yang ada kehampaan jiwa, kekosongan hati, kesia-sia an aml perbuatan.

Untuk itu masing-masing alam harus mampu terkoordinasi dalam garis lurus menuju Tuhan sebagai kendali acuan masing-masing sehingga berjalan seiring, harmonis dan seimbang. Yaitu berada dalam kesadaran nilai2 Ketuhanan pada alam perbuatan, alam fikiran dan alam hati.

Lalu para Auliya memiliki berbagai metode pengendalian 3 alam tadi untuk melakukan upaya-upaya keras, konsisten agar 3 alam tadi bergerak sinkron, harmonis, seimbang dalam ikatan tali garis lurus menuju Allah. Masing-masing metode memiliki karakter yang berbeda disesuaikan dengan sifat dasar individu. Macam-macam metode yang diformulasikan dalam bentuk amalan dzikir, doa dan amalan khusus lainnya. Thoreqot itu jalan / metode/prosedur yang telah disahkan dengan menunjuk keberhasilan dari pembawanya (Auliya). Untuk menjalani metode ini harus dibimbing oleh tutor (mursyid) yang akan menilai kemampuan, membimbing hingga tahap selanjutnya. Sebagaimana dalam Budha pun sebelum menjadi biksu para biksu senior menilai dulu sifat, karakter, dan karma yang dibawa (masalah genetik lahir batin) sebelum melalui pendidikan biksu.

b. Lingkaran :
Pada tahap ini sudah tidak ada gejolak naik turun kurva lagi, namun segala sesuatu kejadian sudah dilihat secara utuh baik sisi putih dan sisi gelap. Jadi akan selalu diambil nilai prositif dari putih maupun hitam. Seluruh penilaian seakan melihat dari atas ke bawah, melihat seluruh kejadian secara terintegrasi tidak parsial setengah lingkaran dan berada tanpa larut dalam kejadian itu sendiri (kejadian pada alam perbuatan, alam fikiran dan alam hati) (titik tengah lingkaran bersentuhan dengan garis lurus). Dalam objektifitas /kejujuran/ kemurnian/ dengan mengacu pada penilaian positif kepada Tuhan secara konsisten. Sehingga akan dicapai pengenalan mendalam tentang "hidup".

3.Hakikat.
Hakikat adalah buah. Selepas kita ada syariat, kemudian kita amalkan syariat itu hingga ia naik ke peringkat tariqat, yakni ia menjadi sebatang pokok yang bercabang dan berdaun, maka kalau cukup syarat-syaratnya maka pokok itu akan menghasilkan buah. Buah tariqat adalah akhlak dan peningkatan peringkat nafsu atau pencapaian maqam-maqam mahmudah. Boleh jadi ia menghasilkan maqam sabar , maqam redha , maqam tawakkal , maqam tawadhuk , maqam syukur dan berbagai-bagai maqam lagi. Boleh jadi hanya terhasil satu maqam sahaja (sebiji buah sahaja) atau boleh jadi akan terhasil beberapa maqam yang berbeda dari satu pokok yang sama. Hakikat adalah perubahan jiwa atau perubahan peringkat nafsu hasil dari syariat dan tariqat yang dibuat dengan faham dan dihayati.

4.Makrifat .
Ini adalah hasil dari hakikat, iaitu hal-hal hakikat yang dapat dirasai secara istiqamah. Ia adalah satu tahap kemajuan rohaniah yang tertinggi hingga dapat benar-benar mengenal Allah dan rahsia-rahsia- Nya. Orang yang sudah sampai ke tahap ini digelar Al Arifbillah.
====================================================================

Kalau di-IBARAT-kan dengan Urusan MAKANAN, maka :

1).SYARI'AT itu.............MENGHAFAL Resep Makanan.
....(TIDAK pernah MEMAKAN semua makanan yang dihafal)
....(Hanya sampai batas meng-HAFAL saja,
....tapi TIDAK pernah me-MAKAN).
.
.
2).THORIQOT itu...........PERJALANAN Makanan dari PIRING
.........................................ke MULUT kita.
....(Kalau Makanan TETAP di Piring....kapan MAKAN-nya?).
.
.
3).HAQIQAT itu.............MEMAKAN (me-RASA-kan) Makanan.
....(Me-RASA-kan NIKMAT-nya).
.
.
4).MA'RIFAT itu.............MENELAN MAKANAN.
.
.
.
.
.
.
Orang2 yang berkecimpung HANYA di Syari'at saja;
Mereka HAFAL semua RESEP Makanan;
Tetapi BELUM pernah memakan Makanan satupun
yang daftarnya tercantum di tumpukan resep2 itu.
.
Padahal NIKMAT itu...barulah bisa diperoleh pada saat MEMAKAN;
BUKAN pada saat Menghafal Resep2.
.
.
Oleh sebab itu diperlukan PERJALANAN (THORIQOT)
agar Makanan bisa sampai di Mulut;
agar bisa merasakan NIKMAT dengan cara MEMAKAN (HAQIQAT).
dan MENELAN (MA'RIFAT).

Martabat Tujuh

Ajaran Martabat Tujuh, dipercayai dipeloporkan oleh seorang sufi master dari India yang namanya disebut Ibnu Fadillah (tanpa tahu tarikhnya). Ajaran tersebut memang berkembang luas di India hingga ke hari ini dan menebar terus ke alam nusantara semenjak di zaman kemuncak Wali Songo. Namun difahamkan melalui susulan sejarah, Ibnu Fadillah, bukanlah satu-satunya tokoh sufi yang memulai ajaran Martabat Tujuh, beliau sekadar memperkembangkan inti ajaran tersebut di India dan adalah difahamkan ajaran Martabat Tujuh sebenarnya bermula daripada pengajaran thariqah Sultan Auliya' Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.

Bukti ini bisa kita dapati menerusi beberapa buah tangan kitab Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani sendiri seperti Sirrul Asrar, Futuh Al-Ghaib, Fath Al-Rabbani dan sebagainya lagi. Di zaman hayat Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani, nama Martabat Tujuh belum lagi dikenal pasti.

Martabat Tujuh berdasarkan dari sunnah Nabi saw, yaitu sewaktu Nabi saw miraj kelangit ketujuh, sampai ke Sidratul Muntaha dan kemudiannya menemui dan melihat Allah secara langsung. Ajaran Martabat Tujuh ini, inti atau dasarnya lebih tepat dikenali sebagai Kesatuan Penglihatan, karena ketika Nabi saw dikatakan sedang menemui Allah, Nabi saw menyaksikan sendiri Wajah Allah, dengan artikata lain bukan 'bersatu dengan Allah' sebagaimana yang didoktrinkan pula oleh ajaran Kesatuan Wujud. Justru dalam keadaan melihat Allah, makhluk tetap makhluk, dan Khaliq tetap Khaliq. Ibarat air dalam gelas, walaupun tampak serupa, akan tetapi air tetap air, gelas tetap gelas.

Ada hadis meriwayatkan, ketika ditanyai oleh para sahabat, "Bagaimanakah keadaan ketika engkau melihat Allah, wahai Rasulullah?"

Nabi saw menjawab, "Aku tidak tahu di mana aku berada."

Di zaman Wali Songo, ajaran Martabat Tujuh itu tidak diajarkan sembarangan kepada orang awam, atau di majlis taklim yang terbuka, melainkan kepada murid-murid tertentu yang sudah cukup mendalami ilmu syari'at, usuluddin serta sudah bisa membaca Al-Qur'an. Dikhuwatirkan sebagaimana terjadi peristiwa di zaman Nabi saw, banyak umat Islam yang murtad kerana tidak dapat menerima kebenaran Nabi saw mikraj hingga ke tujuh lapisan langit, melainkan orang-orang yang beriman.

Kata Abu Hurairah r.a., "Seandainya aku membuka rahasia miraj Nabi saw, pasti ada orang yang akan mengelar leherku."

Martabat Tujuh itu adalah membawa kepada maksudnya tujuh peringkat langit, maka di dalam konteks miraj yang dimaksudkan langit itu bukanlah lapisan cakrawala, planet-planet atau yang lebih disebut di atas ruang angkasa. Benda-benda yang termasuk bumi, bulan, matahari dan bintang-bintang, atau segala apa yang ada di ruang angkasa masih digolongkan alam duniawi, atau dikatakan berada di langit yang terendah sekali.

Bagi golongan yang menganuti ajaran Martabat Tujuh ini pula, merupakan parasalik (pengembara) yang dalam perjalanan mencari Tuhannya untuk mencapai tujuan makrifat sepertimana yang dituntut - barang siapa mengenali dirinya, maka kenallah Tuhannya. Dan barangsiapa pula yang mengenal Tuhannya, maka fanalah dirinya.

Justru, untuk mencapai maksud mengenali diri itu harus berpandukan jejak sunnah Nabi saw dengan melalui miraj ke Langit, yaitu sang salik naik ke tujuh lapisan langit sehingga bertemu Allah. Miraj bisa dilakukan oleh ummat Nabi Muhammad saw sebagaimana sabdanya,

"Sholat itu adalah miraj bagi orang mukmin."


Manakala makhluk-makhluk lain seperti hewan dan jin tak bisa melakukan miraj. Bagi para malaikat pula, meskipun mereka merupakan makhluk halus yang dicipta daripada cahaya, tetapi mereka hanya dizinkan berada di tahap-tahap langit yang tertentu saja, yakni di bawah Sidrahtul Muntaha atau nama lainnya Nur Muhammad. Manakala bagi golongan manusia pula, hanya yang terpilih adalah orang-orang yang beriman dan tinggi ketakwaannya. Manusia kafir tidak dibenarkan miraj ke langit, andai mampu pun hanya setingkat berada di antara bumi dan langit yaitu Alam Jin. Sebagaimana yang di perjelaskan dalam sebuah hadis qudsi,

"Sebelum makhluk di langit dan bumi ingin mencariKu. Tiada suatu apa pun yang bisa menjangkau-Ku. Aku hanya bisa dijangkau oleh hati hamba yang mukmin."

Hanya dengan 'hati yang mukmin' saja yang bisa naik ke tujuh lapisan langit menemui Allah. Maka perjalanan ke langit dengan pelbagai peralatan sains dan teknologi moden seperti roket, tak mungkin mampu kesampaian menemui Allah. Sebagaimana pesan para sufi :

"Barang siapa yang mencari Tuhan di luar dirinya, nescaya akan sesat."

Allah Ta'ala telah mempermudahkan hamba-Nya yang beriman, dengan hanya beribadah kepada-Nya, manusia mampu naik ke langit menemui-Nya tanpa peralatan-peralatan benda duniawi yang perlu dibuat oleh manusia. Dan cara beribadah itu telah Allah aturkan seperti sholat, puasa, zikir dan haji yang begitu mudah untuk manusia laksanakan. Namun jika manusia ingin juga menciptai peralatannya sendiri untuk naik ke langit, maka Allah telah lebih dahulu berfirman melalui ayat 33, Surah Al-Rahman:

"Wahai jin dan manusia, jika kamu sanggup menembusi penjuru langit dan bumi, maka tembusilah (lintasilah). Kamu tak dapat menembusinya melainkan dengan kekuatan."

Angkasa yang dapat kita saksikan dengan panca indradi bumi ini adalah masih di dalam lingkungan langit yang paling rendah sekali. Maka mirajnya Nabi saw ke langit-langit yang lain telah menjangkau lebih jauh batasnya dari langit yang rendah ini.

Tetapi jangan kita bayangkan pula miraj Nabi itu seperti menaiki anak tangga terus ke atas, ke atas, dan ke atas lagi dan terus-terus ke atas....... Itu tidak benar dan tak dapat kita gambarkan dengan khayalan seperti itu.

Allah sudah menerangkan bahwa Allah menjadikan setiap langit itu berlapisan dan bukan bertingkat-tingkatan seperti sosok bangunan rumah susun yang terdapat di muka bumi ini. Maka arti lapisan yang bisa kita fahami bahwa dari satu lapisan ke satu lapisan itu sebenarnya amat dekat dan tidak jauh, seperti contohnya kita melihat lapisan kelopak bawang. Maka jika mudah kita fahamkan seperti ini, maka selanjutnya akan lebih mudah jika kita fahamkan lapisan tujuh langit itu seperti dalam bentuk rajah bulatan, dan dalam bulatan itu terdapat garisan bulatan-bulatan yang lain yang merupakan lapisan dalam lapisan. Dan di sini lagi, akan membuat kita mudah memahamkan akan maksud firman Allah dalam Al-Qur'an, "Aku lebih dekat dari urat leher manusia."

Mengapa Allah mengatakan Diri-Nya lebih dekat dari urat leher manusia? Jika kita mengambil jalan fikiran ilmu kajian sains, sudah pasti akal kita akan memikirkan menurut natijah kita bahwa Tuhan yang ditemui sewaktu Nabi miraj itu sebenarnya berada sangat tinggi di atas langit yang paling atas sekali. Andai demikian, mengapa langit dikatakan jauh dan tinggi, padahal
Tuhan sebenarnya teramat dekat dengan manusia?

Apakah kita sadari, sebenarnya tujuh lapisan itu tidak jauh dari diri kita?

Friday, August 20, 2010

Dibalik Jumlah Rakaat Shalat Wajib

Kenapa Jumlah Rakaat Shalat itu berbeda
(Literatur Makrifat)



1. SAHADAT ADAM
Rasul yang pertama adalah nabi adam bunyi sahadatnya begini:

"Ashadu'alla Illaha Ilallah Wa Ashadu Anna ADAM Khalifatullah."

PERINTAH TUHAN: "Hai Adam, kamu adalah utusan-KU. Kamu jangan mempunyai keinginan ma’rifat kepada ku."

"Wallahu Bathinul Insan Al Insannu Dohirullah."

Artinya: Ketahuilah wujud kamu. Kenalah diri kamu. Wujud kamu adalah keadaan wujud aku. Hai Adam, setelah kamu memahami dan mengerti wujud kamu adalah wujud aku. Sekarang kamu harus sholat dua raka’at. Maka sholatlah adalah agar kamu menerima kebaikan.


2. SAHADAT NUH
Rasul yang ke dua adalah nabi nuh sahadatnya adalah:

"Ashadu'alla Illaha Ilallah Wa Ashadu Anna NUH Habibbullah."

PERINTAH TUHAN: "Hai Nuh, kamu adalah utusan kami. Kamu jangan berkeinginan ma’rifat kepada kami."

Dalilnya SAMA-SAMI’AN. Kenallah pendengaran kamu. Pendengaran kamu adalah kenyataan pendengaran kami. Tapi sekarang kamu Nuh harus sholat di waktu zuhur empat raka’at dan kamu harus menerima di berikan dua kuping, dua mata. Begitulah sebabnya Sholat Dzuhur empat raka’at.


3. SAHADAT IBRAHIM
Rasul yang ke tiga adalah Nabi Ibrahim sahadatnya adalah:

"Ashadu'alla Illaha Ilallah Wa Ashadu Anna IBRAHIM Khalifattullah."

PERINTAH TUHAN: "Hai Ibrahim, kamu adalah utusan kami. Kamu jangan berkeinginan ma’rifat kepada kami.

Dalilnya (BASYAR dan BASIRON) Ketahuilah penglihatan kamu. Penglihatan kamu adalah kenyataan penglihatan kami. Kamu harus Sholat Asar empat raka’at dan kamu harus menerima di berikan dua mata, dua tangan. Begitulah Sholat Ashar wajib kepada umat umatnya.


4. SAHADAT ISA
Rasul yang ke empat adalah nabi isa sahadatnya adalah begini:

"Ashadu Alla Ilaaha Ilallah Wa Ashadu Anna ISA Rokhullah."

PERINTAH TUHAN: "Hai Isa, ketahuilah bahwa nafas kamu adalah kenyataan hidup aku. Dan kamu harus sholat tiga raka’at di waktu magrib dan kamu harus mengerti bahwa kamu telah di berikan dua lubang hidung dan nafasnya. Begitulah sebabnya fardu Sholat Maghrib tiga raka’at.


5. SAHADAT MUSA

Rasul yang ke lima adalah Nabi Musa, syahadatnya begini:

"Ashadu Alla Ilaaha Ilallah Wa Ashadu Anna MUSA Kalammullah."

PERINTAH TUHAN: Hai Musa, kamu adalah utusan kami. Kamu jangan berkeinginan ma’rifat kepada kami. Kenalilah ucapan kamu. Ucapan kamu adalah kenyataan ucapan-Ku.

Dalilnya KALAM-MUTAKALIMAN tapi kamu sekarang harus sholat empat raka’at di waktu Isya dan kamu harus menerima di berikan depan, belakang, kanan, kiri. Begitulah sebabnya fardu Sholat Isya empat raka’at.


6. SAHADAT MUHAMMAD

Rasul yang ke enam adalah Nabi Muhammad. Syahadatnya adalah begini:

"Ashadu Alla Ilaaha Ilallah Wa Ashadu Anna Muhammaddarasulullah."

PERINTAH TUHAN: Hai Muhammad, kamu adalah utusan kami. Sekarang kamu harus tajali. Kamu harus ma’rifat kepada kami sebab kamu adalah yang paling dekat kepada kami.

Dalilnya: "AL INSANNU SIRRI WA ANNA SIRRUHU."

Artinya: Muhammad! Rasa kamu adalah rasa kami. Maka pangkatmu Rasullulah. Rasa kamu - rasa kami. Sekarang kamu adalah kekasih kami. Ini kami memberi cara untuk mendekatkan diri kepada kami. Turunlah kamu kepada anak cucu para wali dan umat-umat mu sampai akhir jaman. Begitulah perjanjian kepada rasul.

Makna Gerakan Sholat




Total Gerakan Sholat dalam 1 rokaat adalah 360 derajat penjumlahan
1. Berdiri : 180 derajat
2. Rukuk : 90 derajat
3. Sujud 1 : 45 derajat
4. Sujud 2 : 45 derajat +
360 derajat (1 putaran)

Empat gerakan di atas adalah gerakan utama yang berporos pad panggul. Jika ditambah dengan gerakan antara :
1. Berdiri setelah Rukuk : 180 derajat
2. Duduk antara 2 Sujud : 90 derajat
3. Duduk Tahiyat : 90 derajat + 360 derajat

Dengan melihat bahwa total gerakan sholat adalah lingkaran pada poros panggul ini simbolisasi roda yang berjalan ke depan meniti waktu kehidupan yang berjalan ke depan rokaat demi rokaat.

1. Takbiratul Ihram (Awal dan Akhir)
Pengawalan segala sesuatu, sbgm hidup dimulai kelahiran, sesuatu yg ada pasti ada awalnya. Dengan keimanan kita yakin bahwa semuanya berawal dari Allah. Maka dengan takbir kita mengembalikan kepada segala aktivitas kita adalah karena Allah, ujung rantai dari awal segala awal, tidak karena guru, orang tua, orang lain (rantai pengetahuan bahwa kita harus Sholat) atau karena rantai rasa takut, rasa terpaksa, tapi karena ujung rantai rasa itu sendiri Allah sang Pencipta Rasa. Takbiratul Ihram sebagai starting point Sholat, simbol starting perjalan hidup. Maknanya penyerahan totalitas pada yang Maha Awal bahwa karenaNya ada dan karenaNYa melakukan perjalanan hidup.

2. Berdiri (Gerak Perjalanan)
Berdiri lambang siap berjalan menjelajahi kehidupan, karena kalo duduk tidak mungkin berjalan, Tegak artinya kehidupan harus ditegakkan (ditumbuhkan) pada ruang waktu, iman harus ditegakkan, akhlak harus ditegakkan, amalan pribadi dan amalan sosial harus ditegakkan. Hadist : Sholat adalah tiang agama (agama didirikan/ditegakkan oleh sholat). Sebagaimana pohon tegak lalu pada titik ketinggian optimum kemudian berbuah. Dalam perjalanan itu kita memakan energi di bumi lalu diproses dengan aturan hukum Allah dan memeliharanya supaya tidak dirusak hama/penyakit untuk menghasilkan buah (hakikat hidup). Buah itu untuk bekal perjalanan kehidupan selanjutnya. Tanpa tegak ruang hidup tidak ada, karena tegak, maka ada titik atas dan bawah dalam satu garis dan bergerak sehingga menciptakan ruang. Sederhananya karena kita berdiri tinggi atap rumah kita tidak kurang dari 1 m, tapi bahkan lebih tinggi dari badan kita. Sehingga ada ruang rumah yang harus diisi. Begitu juga hidup jasmani dan ruhani kita harus ditegakkan dan ruang yang dihasilkannya harus diisi dengan keimanan, amal kebaikan, kesholehan, pengabdian yang iklas kepada Allah, dsb. Dalam tegak berdiri, posisi kepala tunduk, artinya dalam perjalanan hidup akan tunduk dan patuh pada segala Hukum dan Kehendak Allah bebas dari rasa kesombongan diri.Kedua tangan memegang ulu hati, simbol bahwa hati akan selalu dijaga kebersihannya dalam perjalanan hidup.

3. Rukuk (Penghormatan)
Mengenal Allah lewat hasil ciptaanNya . Dalam perjalanan hidup, pada ruang ciptaan Allah kita menemukan, menyaksikan dan merasakan bermacam-macam hal : tanah, air, gunung, laut, hewan, sistem kehidupan, rantai makanan, rasa senang, rasa sedih, rasa marah, kelahiran, kematian, pertengkaran, percintaan, ilmu alam, pikiran, manusia sekitar kita, Nabi Rosul , dsb pokoknya semua yang kita tahu dan kita rasa. Ini bukti bahwa Allah itu Ada sebagai Pencipta dari semua itu.

Dan kita tahu apabila tanpa petunjuk para Utusan Allah (Nabi dan Rosul) kita tidak akan tahu jika semua itu ciptaan Allah, dan dengan para UtusanNya kita tahu tujuan arah hidup serta cara mengisi hidup agar selamat. Sebagai contoh : suku primitif tanpa adanya bimbingan Agama, sesuai fitrah manusia tetap mengamati alam dan menyimpulkan bahwa ada yang menciptakan, tapi tidak tahu siapa Sang Pencipta sebenarnya, sehingga diekspresikan pada penyembahan batu, patung yang dianggap memiliki kekuatan penciptaan. Jadilah kita menghormati Para Utusan Allah (Rosul, Nabi, Malaikat) yang telah mengenalkan Allah pada kita serta menghormati langit bumi berserta isinya, serta termasuk kepada siapa yang mengenalkan Tuhan kepada kita seperti orang tua, guru. Penghormatan sebagai rasa terimakasih kita bahwa kita jadi tahu Tuhan itu seperti apa. Dalam penghormatan juga sebagai dinyatakan keinginan berpartisipasi untuk ambil bagian dalam pemeliharaan Ciptaan Allah ini dan tidak ingin merusaknya.

4. Itidal (Puja-puji pada Allah)
Kemudian kita berdiri lagi untuk mengisi perjalanan hidup dengan penuh puja dan puji pada Allah serta penuh syukur setiap saat sehingga tercipta kepatuhan dan ketaatan. Dengan mengetahui hasil ciptaan Allah maka akan tumbuh kekaguman dan kecintaan pada Allah sehingga tumbuh rasa cinta dan iklas atau dengan senang hati menjalani hidup sesuai Kehendak Allah.

5. Sujud (penyatuan diri dengan Kehendak Allah)
Jika berdiri di analogikan dengan perjalan jasadi maka Sujud dengan kaki dilipat, atau setengah berdiri adalah simbol dari perjalanan hati (rohani). Dangan sujud hati dan fikiran kita direndahkan serendahnya sebagai tanda ketundukan total pada segala kehendak Allah dan mengikuti segala kehendak Allah. Menyatu kan kehendak Allah dengan Kehendak kita.

Contohnya :
Allah maunya kita Sholat, ya ane juga mau Sholat, kalo kata Allah jangan lakukan ya ane juga tidak akan lakukan, Kalau Allah tidak suka ya ane juga tidak suka, Kalau Allah cinta atau suka ya ane juga cinta dan suka pokoknya akin selalu sama (dan sehati) tidak akan sedikitpun bertentangan.

Dengan merekatkan kepala pada bumi dimana bumi adalah asal, tempat hidup dan tempat akhir hidup. Di bumi kita lahir di bumi kita menjalani waktu kehidupan, di bumi kita berladang amal, bumi menjadi saksi seluruh hidup kita, di bumi kita mati, di bumi kita dihukum (alam kubur). Merekatkan diri ke Bumi, bahwa awal dan akhir manusia dari dan ke bumi, berharap pada saat kematian keadaan diri kita sama saat dengan saat dilahirkan, yaitu dalam keadaan suci, sehingga bisa bertemu Allah.

Sujud dilakukan 2 kali dimaknai :
Sujud pertama : penyatuan Kehendak Allah dengan Kehendak ruhani/hati/jiwa. Diselangi permohonan pada duduk antara 2 sujud
Sujud kedua : pernyataan Pengagungan Dzat Nya Allah personal antara makhluk dan Sang Pencipta, pernyataan ingin kembali pada Sang Pencipta akhir dari perjalanan.

6. Duduk antara 2 Sujud (Permohonan)
Pengungkapan berbagai permohonan pada Allah untuk memberikan segala kebutuhan yang diperlukan dalam bekal perjalanan menuju pertemuan dengan Allah, butuh sumber dukungan hidup jasmani dan ruhani, serta pemeliharaan dan perlindungan jasmani ruhani agar tetap pada jalan Allah.

7. Attahiyat : Pernyataan Ikrar
Tahap pemantapan, Karena perjalan hidup itu naik turun dan fitrah manusia tidak lepas dari sifat lupa maka perlu pemantapan yang di refresh dan diulang untuk semakin kokoh. Yaitu Ikrar Syahadat, dengan simbol pengokohan ikrar melalui telunjuk kanan. Sebelum Ikrar memberikan penghormatan untuk para Utusan Allah dan Ruh Hamba-hamba Sholeh (Auliya) yang melalui merekalah kita mengenal Allah juga melalui ajaranya kita dibimbing menujuNya dan menjadikan mereka menjadi saksi atas Ikrar kita. Sholawat menjadi pernyataan kebersediaan mengikuti apa yang diajarkan Rosululloh Muhammad SAW, dan menempatkannya sebagai pimpinan dalam perjalanan kita. Salam penghormatan kepada Bapak para Nabi Nabi Ibrohim yang menjadi bapak induk ajaran Tauhid. Kemudian diakhir dengan permohonan doa dan permohonan perlindungan dari kejahatan tipuan Dajal / Iblis untuk menjaga perjalanan tetap pada keselamatan dan berhasil mencapai Allah.

8. Salam
Salam adalah ucapan yang mengakui adanya manusia lain yang sama-sama dalam perjalanan (aspek kemasyarakatan) menunjukkan bahwa hidup ini tidak sendiri, sehingga hendaknya menyebarkan salam dan berkah kepada sesama untuk saling bahu membahu menegakkan kehidupan yang harmonis (selaras) dan tegaknya kedamaian, kesejahteraan dan keselamatan di bumi Allah.

Salam adalah penutup sekaligus awal dari mulainya praktek aplikasi Sholat dalam bentuk aktivitas kehidupan di lapangan hingga ke Sholat berikutnya. Nah salam itu simbol dari putaran yang dimulai dari kanan ke kiri dengan poros badan. Jika dihubungkan dengan Hukum Kaidah Tangan Kanan berarti arah energi ke atas, simbolisasi bahwa perjalanan digantungkan pada Allah SWT (di atas) sebagai penjamin keselamatan dalam perjalanan.


SHOLAT PENUH 24 JAM SEHARI SEMALAM

Jika kembali pada pemahaman Takbiratul Ihram di atas takbiratul ihram simbol dari pernyataan awal perjalanan, maka kita akan bertanya kapan akhirnya.
Allah itu Maha Awal = Maha Akhir

karena Sholat dipersembahkan pada Allah yang Maha Awal = Maha Akhir, maka akhir dari Sholat akan bertermu pada takbiratul ihram Sholat berikutnya. Atau misalnya Takbiratul Ihram Sholat subuh Sholat periode itu (Sholat + praktek aplikasi Sholat (aktivitas hidup) akan berakhir pada takbiratul ihram Sholat dzuhur. Kemudian seterusnya Sholat dzuhur dimulai Takbiratul Ihram Sholat dzuhur hingga takbiratul ihram Sholat Ashar terus berlanjut sehingga menjadi rantai yang tidak terputus dalam 24 jam berupa Sholat.





Contoh :
Sholat Dzuhur (Periode dari Sholat dzuhur hingga Sholat ashar)
Ritual baku Sholat Dzuhur = Penyerahan Total dan Pemujaan langsung pada Allah, Pernyataan Simulasi Perjalanan Hidup, Refresh tentang hakekat kehidupan.

Pasca Ritual Dzuhur = Bukan sholat dalam arti sholat ritual gerakan, tetapi hati yang bersholat dengantidak putus mengingat Allah (dzikir) dalam hati. Aplikasi makna gerak Sholat dalam aktivitas kehidupan, menjalankan aktivitas dengan memelihara kebersihan hati (berdiri), menjaga kesucian lahir bathin (para ulama salaf selalu menghormati dan memelihara ciptaan Allah (ruku), menjalankan perintah dan menjauhkan larangan Allah (sujud) berdoa, dan menyerahkan hasil aktivitas pada Kehendak Allah (sujud). Misal : Bekerja karena Allah, Makan karena Allah, Tidur karena Allah, Bersabar karena Allah, Belajar karena Allah, Ngaskus karena Allah, dsb sehingga Allah akan tetap ada di hati walau dalam aktivitas apapun.

Hasilnya :
- Sholat akan mencegah perbuatan Keji dan Mungkar (pasca Sholat)
- Antara sholat ke sholat membersihkan dosa
- Sholat Tiang Agama

SHOLAT = SIMBOL PERJALANAN HIDUP
AKHIR SHOLAT = KEMATIAN

Perjalanan diibaratkan perputaran, dengan berputar berarti berjalan.

Saat Iblis Bertemu Rasulullah

Ketika kami sedang bersama Rasulullah SAW di kediaman seorang sahabat Anshar, tiba-tiba terdengar panggilan seseorang dari luar rumah: “Wahai penghuni rumah, bolehkah aku masuk? Sebab kalian akan membutuhkanku.”

Rasulullah bersabda: “Tahukah kalian siapa yang memanggil?”

Kami menjawab: “Allah dan rasulNya yang lebih tahu.”

Beliau melanjutkan, “Itu Iblis, laknat Allah bersamanya.”

Umar bin Khattab berkata: “Izinkan aku membunuhnya wahai Rasulullah”.

Nabi menahannya: “Sabar wahai Umar, bukankah kamu tahu bahwa Allah memberinya kesempatan hingga hari kiamat? Lebih baik bukakan pintu untuknya, sebab dia telah diperintahkan oleh Allah untuk ini, pahamilah apa yang hendak ia katakan dan dengarkan dengan baik.”

Ibnu Abbas RA berkata: pintu lalu dibuka, ternyata dia seperti seorang kakek yang cacat satu matanya. Di janggutnya terdapat 7 helai rambut seperti rambut kuda, taringnya terlihat seperti taring babi, bibirnya seperti bibir sapi.

Iblis berkata: “Salam untukmu Muhammad. Salam untukmu para hadirin…”

Rasulullah SAW lalu menjawab: “Salam hanya milik Allah SWT, sebagai mahluk terlaknat, apa keperluanmu?”

Iblis menjawab: “Wahai Muhammad, aku datang ke sini bukan atas kemauanku, namun karena terpaksa.”

“Siapa yang memaksamu?”

Seorang malaikat dari utusan Allah telah mendatangiku dan berkata:

“Allah SWT memerintahkanmu untuk mendatangi Muhammad sambil menundukkan diri.beritahu Muhammad tentang caramu dalam menggoda manusia. jawabalah dengan jujur semua pertanyaannya. Demi kebesaran Allah, andai kau berdusta satu kali saja, maka Allah akan jadikan dirimu debu yang ditiup angin.”

“Oleh karena itu aku sekarang mendatangimu. Tanyalah apa yang hendak kau tanyakan. Jika aku berdusta, aku akan dicaci oleh setiap musuhku. Tidak ada sesuatu pun yang paling besar menimpaku daripada cacian musuh.”
==================================================================================

ORANG YANG DI BENCI IBLIS


Rasulullah SAW lalu bertanya kepada Iblis: “Kalau kau benar jujur, siapakah manusia yang paling kau benci?”

Iblis segera menjawab: “Kamu, kamu dan orang sepertimu adalah mahkluk Allah yang paling aku benci.”

“Siapa selanjutnya?”
“Pemuda yang bertakwa yang memberikan dirinya mengabdi kepada Allah SWT.”

“lalu siapa lagi?”
“Orang Aliim dan wara’ (Loyal)”

“Lalu siapa lagi?”
“Orang yang selalu bersuci.”

“Siapa lagi?”
“Seorang fakir yang sabar dan tak pernah mengeluhkan kesulitannnya kepda orang lain.”

“Apa tanda kesabarannya?”
“Wahai Muhammad, jika ia tidak mengeluhkan kesulitannya kepada orang lain selama 3 hari, Allah akan memberi pahala orang -orang yang sabar.”

” Selanjutnya apa?”
“Orang kaya yang bersyukur.”

“Apa tanda kesyukurannya?”
“Ia mengambil kekayaannya dari tempatnya, dan mengeluarkannya juga dari tempatnya.”

“Orang seperti apa Abu Bakar menurutmu?”
“Ia tidak pernah menurutiku di masa jahiliyah, apalagi dalam Islam.”

“Umar bin Khattab?”
“Demi Allah setiap berjumpa dengannya aku pasti kabur.”

“Usman bin Affan?”
“Aku malu kepada orang yang malaikat pun malu kepadanya.”

“Ali bin Abi Thalib?”
“Aku berharap darinya agar kepalaku selamat, dan berharap ia melepaskanku dan aku melepaskannya. tetapi ia tak akan mau melakukan itu.” (Ali bin Abi Thalib selau berdzikir terhadap Allah SWT)
==================================================================================

AMALAN YANG DAPAT MENYAKITI IBLIS


“Apa yang kau rasakan jika melihat seseorang dari umatku yang hendak shalat?”
“Aku merasa panas dingin dan gemetar.”

“Kenapa?”
“Sebab, setiap seorang hamba bersujud 1x kepada Allah, Allah mengangkatnya 1 derajat.”

“Jika seorang umatku berpuasa?”
“Tubuhku terasa terikat hingga ia berbuka.”

“Jika ia berhaji?”
“Aku seperti orang gila.”

“Jika ia membaca al-Quran?”
“Aku merasa meleleh laksana timah diatas api.”

“Jika ia bersedekah?”
“Itu sama saja orang tersebut membelah tubuhku dengan gergaji.”

“Mengapa bisa begitu?”
“Sebab dalam sedekah ada 4 keuntungan baginya. Yaitu keberkahan dalam hartanya, hidupnya disukai, sedekah itu kelak akan menjadi hijab antara dirinya dengan api neraka dan segala macam musibah akan terhalau dari dirinya.”

“Apa yang dapat mematahkan pinggangmu?”
“Suara kuda perang di jalan Allah.”

“Apa yang dapat melelehkan tubuhmu?”
“Taubat orang yang bertaubat.”

“Apa yang dapat membakar hatimu?”
“Istighfar di waktu siang dan malam.”

“Apa yang dapat mencoreng wajahmu?”
“Sedekah yang diam – diam.”

“Apa yang dapat menusuk matamu?”
“Shalat fajar.”

“Apa yang dapat memukul kepalamu?”
“Shalat berjamaah.”

“Apa yang paling mengganggumu?”
“Majelis para ulama.”

"Bagaimana cara makanmu?”
“Dengan tangan kiri dan jariku.”

“Dimanakah kau menaungi anak – anakmu di musim panas?”
“Di bawah kuku manusia.”
================================================================================

MANUSIA YANG MENJADI TEMAN IBLIS


Nabi lalu bertanya : “Siapa temanmu wahai Iblis?”
“Pemakan riba.”

“Siapa sahabatmu?”
“Pezina.”

“Siapa teman tidurmu?”
“Pemabuk.”

“Siapa tamumu?”
“Pencuri.”

“Siapa utusanmu?”
“Tukang sihir.”

“Apa yang membuatmu gembira?”
“Bersumpah dengan cerai.”

“Siapa kekasihmu?”
“Orang yang meninggalkan shalat jumaat”

Siapa manusia yang paling membahagiakanmu?”
“Orang yang meninggalkan shalatnya dengan sengaja.”
==================================================================================

10 PERMINTAAN IBLIS KEPADA ALLAH SWT

“Berapa hal yang kau pinta dari Tuhanmu?”
“10 macam”

“Apa saja?”
“Aku minta agar Allah membiarkanku berbagi dalam harta dan anak manusia, Allah mengizinkan. Harta yang tidak dizakatkan, aku makan darinya. Aku juga makan dari makanan haram dan yang bercampur dengan riba, aku juga makan dari makanan yang tidak dibacakan nama Allah.”

"Aku minta agar Allah membiarkanku ikut bersama dengan orang yang berhubungan dengan istrinya tanpa berlindung dengan Allah, maka setan ikut bersamanya dan anak yang dilahirkan akan sangat patuh kepada syaithan."

"Aku minta agar bisa ikut bersama dengan orang yang menaiki kendaraan bukan untuk tujuan yang halal."

"Aku minta agar Allah menjadikan kamar mandi sebagai rumahku."

"Aku minta agar Allah menjadikan pasar sebagai masjidku."

"Aku minta agar Allah menjadikan syair sebagai Quranku."

"Aku minta agar Allah menjadikan pemabuk sebagai teman tidurku."
==================================================================================

Allah berfirman,

“Berbagilah dengan manusia dalam harta dan anak. dan janjikanlah mereka, tidaklah janji setan kecuali tipuan.” (QS Al-Isra :64)

“Orang -orang boros adalah saudara – saudara syaithan. ” (QS Al-Isra : 27).

"Aku minta agar Allah memberikanku saudara, maka Ia jadikan orang yang membelanjakan hartanya untuk maksiat sebagai saudaraku.”"

Ucapan-Ucapan Singkat Imam Ali (Bag. 4)

  • Iri hati seorang sahabat berarti cacat dalam cintanya.
  • Kebanyakan dari cacat pikiran terjadi karena kilasan keserakahan.
  • Bukanlah keadilan yang menetapkan keputusan berdasarkan dugaan.
  • Bekal terburuk bagi hari pengadilan ialah berlaku sombong terhadap manusia.
  • Barangsiapa berbusana kesederhanaan ,cacat cacatnya tak terlihat.
  • Prilaku yang terbaik dari wanita merupakan prilaku yang terburuk bagi pria, yakni : angkuh , penakut, dan kikir. Jadi, karena perempuan itu angkuh ia tak mau mengizinkan siapa pun mendekatinya; karena ia kikir ia akan mememlihara hartanya sendiri dan harta suaminya, dan karena ia penakut ia khawatir akan segala yang menimpanya.
  • Bila kemampuan bertambah ,hawa nafsu berkurang.
  • Kemarahan adalah sejenis kegilaan, karena korbannya menyesal sesudahnya. Apabila ia tidak menyesal , maka kegilaannya dikukuhkan.
  • Kesehatan badan datang dari ketiadaan iri hati.
  • Berbuat baiklah kepda orang lain yang terlanda musibah supaya orang berbuat baik kapada kerabat anda yang terlanda musibah.
  • Nilai seorang lelaki sesuai dengan keberaniannya; Kejujurannya sesuai dengan keseimbangan perangainya; keperkasaannya sesuai dengan harga dirinya ; dan kesuciannya sesuai dengan rasa malunya.
  • Ibadah yang sunnah tak dapat membawa kedekatan kepada Allah ,apabila hal itu menghalangi yang wajib.
  • Orang yang melihat kekurangan kekurangannya sendiri akan menjauh dari melihat kekurangan orang lain .Orang yang merasa bahagia dengan rezeki yang diberikan Allah kepadanya ,tidak akan bersusah hati atas apa yang tidak diperolehnya. Orang yang menghunus pedang pendurhakaan akan terbunuh olehnya. Orang yang berjuang tanpa sarana ,akan musnah . Orang yang memasuki gelombang bergejolak ,akan tenggelam . Orang yang mengunjungi tempat tempat maksiat ,akan disalahkan .
  • Orang yang berbicara lebih banyak membuat kekeliman lebih banyak. Orang yang berbuat lebih banyak kesalahan menjadi tak bermalu. Orang yang tak bermalu menjadi kurang takut kepada Allah . Orang yang kurang takut, hatinya mati. Orang yang hatinya mati masuk neraka. Orang yang mengamati kekurangan orang lain dan mencelanya lalu menerimanya bagi dirinya sendiri adalah sesungguhnya tolol.
  • Kepuasan adalah modal yang tidak berkurang .Orang yang banyak mengingat kematian ,puas denga nikmat kecil dunia ini . Orang yang mengetahui bahwa kata katanya adalah juga bagian dari tindakannnya, berbicara lebih sedikit kecuali dimana ia mempunyai tujuan.
  • Kesabaran dan ketabahan adalah kembaran dan merupakan hasil keberanian tinggi.
  • Dunia ini adalah tempat persinggahan, bukan tempat tinggal. Manusia di dalamnya ada dua jenis : yang satu adalah orang yang menjual dirinya ( kepada hawa nafsu ) dan dengan demikian menghancurkannya , dan yang lainnya adalah manusia yang membeli dirinya ( dengan mawas diri terhadap hawa nafsu ) dan membebaskannya.
  • Hati adalah kitabnya mata.
  • Banyak ungkapan yang lebih efektif daripda serangan .
  • Kata kata berada dalam kendali anda sebelum anda mengucapkannya. Tetapi setelah anda mengucapkannya, maka anda berada di bawah kendalinya.Karena itu jagalah lidah anda seperti anda menjaga emas dan perak anda, karena sering suatu ucapan merenggut nikmat dan mengundang hukuman.
  • Jangan menganggap buruk ungkapan yang diucapkan seseorang apabila anda dapat menemukan kemungkinannya mengandung suatu kebaikan.

Ucapan-Ucapan Singkat Imam Ali (Bag. 3)

  • Bila ucapan orang bijaksana tepat mengenai sasaran,hal itu merupakan obat, tetapi apabila salah, maka ia menjadi penyakit.

  • Sedikit amal yang dilanjutkan dengan teratur lebih bermanfaat daripada amal panjang yang dilakukan dengan rasa enggan.

  • Pengetahuan mengusir dalih orang yang berdalih.

  • Orang yang dikalahkan oleh dosa bukanlah pemenang, dan orang yang mendapat kemenangan dengan kejahatan adalah (sesungguhnya) orang yang kalah.

  • Sabar (hilm) adalah tirai untuk menutupi,dan akal adalah pedang yang tajam.Karena itu simpanlah kelemahan dalam prilaku anda dengan kesabaran anda, dan bunuhlah hawa nafsu anda dengan akal anda.

  • Kepuasan adalah kekayaan yang tak pernah habis.

  • Barangsiapa menjadikan serakah sebagai kebiasaan,dia menurunkan harga dirinya sendiri. Barangsiapa membeberkan kesukaran kesukarannya, dia menyetujui penghinaan, dan barangsiapa memperkenankan lidahnya menguasai jiwanya,dia mengaibkan jiwanya.

  • Menahan diri adalah perhiasan kemiskinan sedang bersyukur adalah perhiasan kekayan.

  • Ketika akal meningkat, kata-kata menyingkat.

  • Bagi orang taqwa ,solat adalah sarana mencari kedekatan kepda Allah; bagi orang lemah, haji adalah sebaik jihad. Bagi segala sesuatu ada pajaknya; pajak tubuh adalah puasa; Jihad seorang wanita ialah memberikan pertemanan yang menyenangkan kepada suaminya.

  • Orang sabar tak akan luput dari keberhasilan, walaupun mungkin memakan waktu lama.

  • Banyak orang terjerumus ke dalam kejahatan karena di puji puji.

  • Nasihati teman anda dengan prilaku yang baik terhadapnya, dan jauhkan kejahatannya dengan berbuat baik kepadanya.

  • Kesombongan mencegah kemajuan.

  • Hati menjadi letih sebagaimana tubuh menjadi lelah.Karen itu anda harus mencari ucapan ucapan indah baginya (sebagai penyegaran)

  • Setiap wadah menjadi semakin sempit dengan apa yang ditempatkan padanya, kecuali pengetahuan yang malah menjadi luas.

  • Ganjaran pertama yang diterima orang yang berlaku sabar ialah orang menjadi penolongnya terhadap ketidaktahuannya.

  • Bila anda tak dapat berlaku sabar, berusahalah berpura pura sabar, karena jarang orang yang menyerupakan dirinya dengan suatu kelompok lalu tidak menjadi salah seorang dari mereka.

  • Kedermawanan adalah pelindung kehormatan , kesabaran adalah kendali bagi orang bodoh,maaf adalah pajak bagi orang yang berhasil, pengabaian adalah hukuman bagi yang berkhianat,musyawarah adalah jalan utama bimbingan , orang yang puas dengan pandangan nya sendiri (akan) menghadapi bahaya. Kesabaran menentang malapetaka,sementara ketidaksabaran adalah penolong bagi kesukaran dunia. Kepuasan terbaik ialah melepaskan diri dari hawa nafsu.banyak jiwa budak tunduk pada hawa nafsu yang mengalahkan. Kemampuan membantu pemeliharaan pengalaman. Cinta berarti hubungan yang digunakan dengan baik. Jangan mempercayai orang yang (dibikin) sedih.

  • Kesombongan manusia atas dirinya sendiri adalah musuh bagi akalnya.

 
  • Ceriwis

    Ceriwis
    Forum Gaul
  • Follower

  • About Me

    My photo
    It's Not Who I Am Underneath, but what I do that defines me.