Assalamu'alaikum wr. wb.
Siapakah diantara kita yang belum pernah melakukan kegiatan bernama makan?
Saya yakin 1.000.000.000% tidak akan ada yang menjawab, “Saya!”
Makan adalah salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap manusia. Jadi tidak mungkin manusia dapat bertahan hidup tanpa makan ataupun minum. Kecuali dengan izin Allah tentunya.
Tak kurang dari 3 kali sehari bagi kita yang mampu, merasakan nikmat Allah yang satu ini. Setiap pagi, di meja makan sudah tersedia nasi hangat dengan sayur dan berbagai macam lauk pauk. Siang hari sepulah sekolah, kuliah, atau kerja, di meja makan sudah tersedia ayam goreng plus sambalnya. Malam hari ketika seluruh keluarga berkumpul, di meja makan tersedia sate ayam dengan gulai yang menggugah selera. Belum lagi buah sebagai pencuci mulut dan minuman dingin yang menyegarkan. Sungguh Allah benar-benar memelihara hamba-Nya.
Namun apakah dengan adanya semua nikmat itu, lantas kita sudah bersyukur?
" Dan sungguh, Kami telah menempatkan kamu di bumi dan di sana Kami sediakan (sumber) penghidupan untukmu. (Tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur." (Q.S. Al-A'raf: 10)
Allah sendiri-lah yang menerangkan dalam ayat di atas, bahwa sangatlah sedikit dari manusia yang bersyukur terhadap apa yang telah diberikan. Dan berarti tak bisa dipungkiri bahwa kita, manusia yang hanya bisa meminta ini memang kurang dalam hal mensyukuri nikmat-Nya.
Sesuai dengan pembahasan di atas. Marilah kita tengok, seberapa besar syukur kita terhadap nikmat yang disebut makanan.
Acapkali kita makan hampir pasti ada makanan yang tersisa. Entah itu hanya sebutir nasi, pastilah kebanyakan dari kita menyisakannya. Bahkan di depot-depot atau tempat makan umum, tak jarang nasi yang masih setengah porsi ditinggal begitu saja oleh penyantapnya.
Mungkin di antara kita ada yang menyanggah, “Kan hanya beberapa butir nasi?”.
Baiklah, coba kita pikir, taruh saja satu dari kita menyisakan satu butir nasi saja setiap kali makan. Kalikan dengan 3 kali, jumlah makan kita sehari dalam rata-rata. Lalu kalikan dengan jumlah penduduk Indonesia, taruh saja 220 juta.
1 x 3 x 220.000.000 = 660.000.000 butir nasi / hari.
Jika satu piring nasi kita hitung 5000-7500 butir nasi, berarti 88 ribu piring nasi masuk ke tong sampah per-harinya. Bayangkan jika jumlah sebanyak itu kita berikan ke fakir miskin. 88 ribu orang mendapatkan makanan. Itu hanya di Indonesia dan masih dalam hitungan minimal (1 butir / orang). Lalu bagaimana dengan jumlah maksimalnya? Berapa besar kemubadziran terjadi di negeri ini? Dapatkah kita membayangkan itu? Padahal masih banyak saudara kita yang belum bisa merasakan manisnya kunyahan nasi, yang belum bisa merasakan gurihnya tempe goreng, dan belum bisa merasakan enaknya makanan yang lain.
Sebagai seorang muslim, patutnya kita mencontoh akhlak Rasulullah saw. Belaiu jika makan tak pernah menyisakan sedikitpun makanan, bahkan beliau sampai rela menjilati jari-jarinya yang masih terdapat bekas makanannya. Di lain cerita, beliau juga tak segan untuk mengambil makanan yang telah jatuh ke tanah. Setelah membuang bagian yang kotor, beliau memakan lagi makanan yang jatuh itu. Subhanallah..
Sejak puluhan abad yang lalu Rasulullah saw mengingatkan kepada kita semua dengan sabdanya, “… Seseorang itu tidak mengetahui pada makanannya yang mana yang mengandung berkah untuknya, sesungguhnya setan itu selalu mengintai untuk merampas harta manusia dari segala penjuru hingga di tempat makannya… karena sesungguhnya pada akhir makanan itu mengandung berkah.” (Silsilah hadits-hadits shahih no. 1404).
Di dalam hadits tersebut Rasulullah saw mengingatkan bahwa berkah makanan, sangat mungkin berada di biji nasi terakhir yang tersisa di piring, karenanya jangan ditinggalkan. Betapa sering kita menganggap sesuatu yang remeh ternyata sangat bernilai. Betapa sering kita menganggap sesuatu tidak bermanfaat bagi kita, namun sangat dibutuhkan orang lain. Betapa sering kita menganggap sesuatu yang kecil namun sangat penting dan berdampak besar terhadap hidup kita dan hidup orang banyak.
Mari belajar untuk menghargai sesuatu yang menurut kita kelihatan kecil dan sepele. Bukankah kita pernah mendengar firman Allah, 'Dan kamu menganggapnya ringan saja, padahal di sisi Allah adalah besar'." (Q.S. Annur: 150)
Jika sudah begitu, masihkah kita akan menyia-nyiakan butir-butir nasi yang akan kita makan?
Wallahua'lam bishshawab..
Wassalam..
Siapakah diantara kita yang belum pernah melakukan kegiatan bernama makan?
Saya yakin 1.000.000.000% tidak akan ada yang menjawab, “Saya!”
Makan adalah salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap manusia. Jadi tidak mungkin manusia dapat bertahan hidup tanpa makan ataupun minum. Kecuali dengan izin Allah tentunya.
Tak kurang dari 3 kali sehari bagi kita yang mampu, merasakan nikmat Allah yang satu ini. Setiap pagi, di meja makan sudah tersedia nasi hangat dengan sayur dan berbagai macam lauk pauk. Siang hari sepulah sekolah, kuliah, atau kerja, di meja makan sudah tersedia ayam goreng plus sambalnya. Malam hari ketika seluruh keluarga berkumpul, di meja makan tersedia sate ayam dengan gulai yang menggugah selera. Belum lagi buah sebagai pencuci mulut dan minuman dingin yang menyegarkan. Sungguh Allah benar-benar memelihara hamba-Nya.
Namun apakah dengan adanya semua nikmat itu, lantas kita sudah bersyukur?
" Dan sungguh, Kami telah menempatkan kamu di bumi dan di sana Kami sediakan (sumber) penghidupan untukmu. (Tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur." (Q.S. Al-A'raf: 10)
Allah sendiri-lah yang menerangkan dalam ayat di atas, bahwa sangatlah sedikit dari manusia yang bersyukur terhadap apa yang telah diberikan. Dan berarti tak bisa dipungkiri bahwa kita, manusia yang hanya bisa meminta ini memang kurang dalam hal mensyukuri nikmat-Nya.
Sesuai dengan pembahasan di atas. Marilah kita tengok, seberapa besar syukur kita terhadap nikmat yang disebut makanan.
Acapkali kita makan hampir pasti ada makanan yang tersisa. Entah itu hanya sebutir nasi, pastilah kebanyakan dari kita menyisakannya. Bahkan di depot-depot atau tempat makan umum, tak jarang nasi yang masih setengah porsi ditinggal begitu saja oleh penyantapnya.
Mungkin di antara kita ada yang menyanggah, “Kan hanya beberapa butir nasi?”.
Baiklah, coba kita pikir, taruh saja satu dari kita menyisakan satu butir nasi saja setiap kali makan. Kalikan dengan 3 kali, jumlah makan kita sehari dalam rata-rata. Lalu kalikan dengan jumlah penduduk Indonesia, taruh saja 220 juta.
1 x 3 x 220.000.000 = 660.000.000 butir nasi / hari.
Jika satu piring nasi kita hitung 5000-7500 butir nasi, berarti 88 ribu piring nasi masuk ke tong sampah per-harinya. Bayangkan jika jumlah sebanyak itu kita berikan ke fakir miskin. 88 ribu orang mendapatkan makanan. Itu hanya di Indonesia dan masih dalam hitungan minimal (1 butir / orang). Lalu bagaimana dengan jumlah maksimalnya? Berapa besar kemubadziran terjadi di negeri ini? Dapatkah kita membayangkan itu? Padahal masih banyak saudara kita yang belum bisa merasakan manisnya kunyahan nasi, yang belum bisa merasakan gurihnya tempe goreng, dan belum bisa merasakan enaknya makanan yang lain.
Sebagai seorang muslim, patutnya kita mencontoh akhlak Rasulullah saw. Belaiu jika makan tak pernah menyisakan sedikitpun makanan, bahkan beliau sampai rela menjilati jari-jarinya yang masih terdapat bekas makanannya. Di lain cerita, beliau juga tak segan untuk mengambil makanan yang telah jatuh ke tanah. Setelah membuang bagian yang kotor, beliau memakan lagi makanan yang jatuh itu. Subhanallah..
Sejak puluhan abad yang lalu Rasulullah saw mengingatkan kepada kita semua dengan sabdanya, “… Seseorang itu tidak mengetahui pada makanannya yang mana yang mengandung berkah untuknya, sesungguhnya setan itu selalu mengintai untuk merampas harta manusia dari segala penjuru hingga di tempat makannya… karena sesungguhnya pada akhir makanan itu mengandung berkah.” (Silsilah hadits-hadits shahih no. 1404).
Di dalam hadits tersebut Rasulullah saw mengingatkan bahwa berkah makanan, sangat mungkin berada di biji nasi terakhir yang tersisa di piring, karenanya jangan ditinggalkan. Betapa sering kita menganggap sesuatu yang remeh ternyata sangat bernilai. Betapa sering kita menganggap sesuatu tidak bermanfaat bagi kita, namun sangat dibutuhkan orang lain. Betapa sering kita menganggap sesuatu yang kecil namun sangat penting dan berdampak besar terhadap hidup kita dan hidup orang banyak.
Mari belajar untuk menghargai sesuatu yang menurut kita kelihatan kecil dan sepele. Bukankah kita pernah mendengar firman Allah, 'Dan kamu menganggapnya ringan saja, padahal di sisi Allah adalah besar'." (Q.S. Annur: 150)
Jika sudah begitu, masihkah kita akan menyia-nyiakan butir-butir nasi yang akan kita makan?
Wallahua'lam bishshawab..
Wassalam..
Categories:
Spiritual. Cerita Hikmah